Selasa, 18 Juli 2017

Menjaga Semangat Pendidikan (1st day school-end day school )



Salah satu TK di Pinggiran Kota Medan


Sekarang sudah hari kedua sekolah aktif bagi anak-anak generasi muda bangsa kita untuk bisa menikmati pendidikan di negeri tercinta ini. Kemarin dihari pertama saya rencana mau buat artikel tentang hal ini, ternyata tidak kesampaian, harus menuruti kondisi badan yang sedang lemas karena diare. 

Bangga melihat para orangtua yang bersemangat untuk mengantar anaknya di hari pertama sekolah mereka. Dengan mengabadikannya lewat foto-foto yang kemudian diunggah ke media sosial. Dengan sejumlah pesan dan harapan yang besar kepada masing-masing anak yang sudah dititipkan Tuhan kepada mereka. Hampir rata-rata seluruh teman-temanku yang ada di media sosial khususnya Facebook, mengunggah foto-foto anak mereka lengkap dengan seragam dan pernak-perniknya.

Para guru juga sepertinya, memiliki semangat yang lumayan bergairah juga ketika menyambut para generasi penerus bangsa kita. Mungkin karena sudah lama berlibur, ketika sudah datang harinya untuk kembali aktif dalam kesehariannya untuk mengajar, tampak suatu tenaga yang baru.
Tapi, akhir-akhir ini kita kembali lagi dirundung oleh kasus perundungan atau bullying di beberapa tempat di lokasi dimana pendidikan diajarkan. Sungguh sangat disayangkan. Niatnya sih dikatakan hanya sekedar bercanda. Tapi apa iya, bercandanya seperti itu. Sangat kelewatan.seperti kata Haji Rhoma dalam lagunya : ‘terlalu’.

Pentingnya menjaga semangat
Semangat perlu dijaga,baik oleh para orang tua terlebih-lebih guru yang akan terlibat langsung di dalam kelas untuk mengajar anak-anak bangsa kita ini. Mengingat pengalaman ini juga sudah pernah kurasakan ketika masih diberi kesempatan dua tahun yang lalu dalam mendidik anak di kelas. Memang dalam mendidik, kelas atau ruangan hanya memegang peranan kecil dalam mendidik anak kita. Tapi proses tranfers knowldege maupun ilmu tak jarang terjadi melalui interaksi antara guru dan murid di dalam kelas.

Diawal-awal tahun pengajaran ini, tampak semangat yang luar biasa ditampilkan dan dicerminkan oleh para guru kita. Baik ketika berada didepan kelas maupun dilapangan untuk memberikan sejumlah pengarahan awal. Ada semacam spirit yang baru untuk memulai tahun ajaran baru. Tapi menurut beberapa kali pengamatan dan apa yang mungkin juga sudah kurasakan, spirit awal ternyata bisa akhirnya berbeda ketika sudah mencapai di tengah tahun ajaran bahkan ketika akan mengakhirinya juga.

Kita bisa kehilangan spirit seperti diawal tahun ajaran. Hal itu paling nampak ketika masa-masa pendidikan di sekolah dasar. Yang masa pendidikannya mencapai 6 tahun pembelajaran. Meskipun yang menangani ditiap-tiap kelasnya selalu guru yang berbeda, tetapi rasa kebosanan muncul bagi anak ketika dia akan masuk di tahun ketiga hingga ditahun keempat  pembelajaran. Anak-anak didik kita seakan-akan tersiksa ketika mengalami proses pembelajaran yang dilakukan oleh para guru.

Ditambah lagi para guru yang tidak pernah sama sekali meng­-update perkembangan ilmu yang mungkin sudah berpuluh-puluh tahun dia sudah ampu selama ini. karena sudah semakin lamanya, dia tidak pernah merasa bahwa dia sudah sangat jauh ketinggalan dibidang keilmuannya. Merasa yang selalu paling benar dan tidak mungkin salah ketika dalam mengajarkan materi-materi ajar tersebut. Seharusnya para guru, juga saya, seharusnya bisa mengintropeksi diri lebih lanjut. Apakah ada perubahan, atau adakah perkembangan ilmu yang belum saya ketahui.

Seorang guru terbaik dan guru teladan adalah seorang guru yang tentunya selalu belajar dimana saja dan kapan saja. Selalu bisa melihat dari setiap kesukaran-kesukaran proses pembelajaran yang diterima oleh para murid. Jangan langsung tancap gas, tanpa melihat perkembangan dari masing-masing anak didik yang sudah dipercayakan kepada kita.

 Juga seorang guru yang bijaksana itu juga adalah seorang  yang selalu bisa menginspirasi setiap anak, membangkitkan semangat keingintahuannya dalam belajar suatu hal. Dan cara-cara itu tentunya tidak bisa dilakukan dengan cara monoton yang mungkin sudah dipegang dan dilakukan selama bertahun-tahun sebelumnya. Perlu adanya perubahan yang signifikan dalam menghadapi setiap proses-proses pendidikan yang berlangsung.

Tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan
Adanya banyak tantangan dalam dunia pendidikan kita saat ini yang akan coba saya uraikan. Meskipun tidak ada maksud untuk menggurui, tapi mari kita bisa belajar dari semuanya itu. Pertama, Kurikulum pendidikan kita yang selalu berubah. Memang tidak bisa dipungkiri lagi, ketika biasanya ada pergantian menteri pendidikan, niscaya akan ada perubahan sistem kurikulum pendidikan kita. Baik itu perubahannya sangat prinsipil dan berubah total, maupun perubahannya hanya masalah teknis saja dilapangan. Yang dulu dimulai dan juga dirasakan langsung oleh penulis yakni, kurikulum 1994 (masa-masa SD), kemudian kurikulum berbasis kompetensi, KBK 2004 (masa-masa SMP), kemudian kurikulum berbasis kompetensi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran) di tahun 2006 (masa-masa SMA).

Kemudian ketika mendapatkan kesempatan untuk kembali mengajar, adanya lagi perubahan kurikulum. Yakni Kurikulum 2013. Tapi proses pematangan kurikulum ini masih sangat lambat kemudian kembali lagi yang dipakai adalah kurikulum KTSP. Sekarang sedang digodok kembali untuk K-2013nya menjadi K-2016. Dengan banyaknya perubahan-perubahan ini, bukan hanya para guru yang bingung, anak-anak sepertinya yang menjadi korban atas kebijakan pemerintah yang sulit rampung ini. Hendaknya para pemerintah kita jeli melihat hal ini. Juga seharusnya Pemerintah tidak langsung mencoba untuk menpenetrasikan setiap perubahan-perubahan kurikulum yang ada ditangan mereka ke seluruh anak-anak yang ada di Indonesia tanpa melalui kajian-kajian yang sangat dalam dan luas maupun menggelar uji coba-uji coba yang berkali-kali.

Kedua, Kebijakan jumlah anak didik yang diajar di dalam kelas. Memang ketika yang diajar didalam suatu kelas sudah mencapai lebih dari 20 orang hingga mencapai 40 orang lebih, niscaya memang proses pendidikan yang akan berlangsung tidak akan begitu baik. Seorang guru niscaya tidak akan sanggup meng-handle jumlah murid yang terlalu banyak dalam suatu kelas. Hendaknya dibuat suatu kebijakan yang baru, bahwa jumlah murid-murid yang dididik itu tidak melebihi dari 20 orang.
Tapi kayaknya kebijakan ini akan sulit terealisasi, dikarenakan kondisi jumlah penduduk kita yang sangat banyak, juga disertai jumlah anak-anak mereka yang perlu dididik dalam bangku-bangku sekolah yang jumlahnya juga terbatas. Sehingga untuk bisa menampung para peserta didik yang jumlahnya membludak setiap tahunnya, sulit untuk membuat dalam satu kelas jumlah muridnya paling banyak 20 orang.

Ketiga, kesejahteraan guru yang belum stabil dan merasa di-zolimi oleh kebijakan-kebijakan tertentu. Tampak jelas, adanya perbedaan yang sangat mencolok, antara guru yang sudah menyandang status pns dengan guru pada sekolah swasta apalagi guru yang masih honor. Kesejahteraannya para guru-guru di Indonesia ini memang jauh yang dari namanya mapan secara finansial. Para guru kita, masih dicecoki lagi oleh pergumulan untuk mencari tambahan penghasilan, supaya kebutuhan rumah tangganya terpenuhi. Dan hal itu tampak jelas ketika kita melihat guru-guru swasta plus dia masih diuji-coba dalam institusi pendidikan itu.

Sehingga tidak jarang, mengambil banyak jam-jam pelajaran disekolah-sekolah lainnya. Para guru bisa mengajar di 3 hingga 5 sekolah sekaligus. Hanya supaya bisa mencukupi sejumlah finansial yang akan bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Ditambah lagi dengan keluarnya kebijakan pemerintah untuk menetapkan jumlah jam pelajaran oleh guru-guru di seluruh Indonesia ini harus mencapai minimal 24 jam pembelajaran. Kalau kurang dari situ, niscaya akan sulit mendapatkan bonus-bonus tertentu, apalagi naik jabatan.

Kembali, kita sebagai pemegang pendidikan dibangsa ini, yakni pemerintah, orang tua dan bahkan para guru, hendaknya bisa menjaga semangat yang sama ketika dimulai pada hari pertama sekolah hingga akan berakhirnya masa-masa sekolah di dalam satu tahun itu. Terutama para guru untuk bisa menjaga ritme atau irama proses pembelajaran maupun semangat ketika mengajar di dalam atau diluar kelas. Memang akan selalu berhadapan dengan setiap anak didik yang bermasalah setiap harinya. Perlu adanya kesabaran dan penilaian yang jernih untuk bisa menilai mana murid yang buat ulah  dan mana murid yang mungkin menjadi korban ulah jahil dari si anak. Disamping itu juga didalam memberikan keputusan yang adil dalam setiap masalah yang dihadapi, yang tentunya keputusan tersebut bisa diterima oleh semua pihak.

Sibolangit, 18 Juli 2017

Penulis adalah alumni UNIMED dan Pengajar di STT Terpadu Pesat Sibolangit juga berdomisili di Sibolangit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...