Jumat, 07 Juli 2017

MENCIPTAKAN SINGAPURA DI SELURUH DAERAH DI INDONESIA



sumber gambar : cnn.com


Singapura bisa berbangga sekarang, karena punya tokoh seperti Lee Kuan Yew. Meskipun Bapak pendiri Singapura ini sudah wafat, legacy yang ditinggalkan sekarang bagi Singapura sangatlah banyak. Kita perlu belajar dari tokoh senior tersebut, untuk bisa memiliki hatinya, visinya dalam membangun suatu kota yang beradab. Para calon pemimpin daerah  yang mau mengajukan diri di tahun depan dan yang sudah terpilih di tahun ini seharusnya bisa belajar dan bahkan meniru kesuksesan Lee Kuan Yew dalam memimpin sebuah negara yang sangat kecil.

Meskipun setiap kota-kota ataupun daerah-daerah kabupaten yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia punya ciri khas dan karakter daerahnya masing-masing, tapi pasti punya satu hal bidang yang sama dalam membangun daerah-daerah tersebut. Perlu pemimpin yang jeli,  passion yang kuat dalam membangun, serta terkontrol, untuk  bisa mewujudkan karakteristik potensi daerah tersebut. Pikiran liarku mengandaikan seluruh wilayah-wilayah di Indonesia sekelas dengan Singapura, oh alangkah dasyatnya negeri kita Indonesia ini. 

Singapura dulu, bukanlah negara yang sangat kaya akan sumber daya alam, tapi memiliki kekayaan dan pendapatan negara yang luar biasa kaya sampai bisa mengalahkan pendapatanya negara Norwegia, Amerika dan bahkan Arab Saudi. IMF ditahun 2013 mencatat rata-rata pendapatan tiap-tiap orang Singapura dalam setahun mencapai 61.567 dolar AS (sekitar 601,32 juta), dan angka tersebut menurut riset IMF di tahun 2018, berarti di tahun depan, bisa mencapai 77.000 dollar AS (sekitar 777 juta itu kalau per dolarnya Rp.10.000). Fokus kita bukan melihat sejumlah angka-angka fantastis tersebut, melainkan  supaya para pemimpin maupun calon pemimpin daerah bisa belajar dari Singapura. Bagaimana mewujudkan negara mereka menjadi semaju sekarang. Bahkan negara-negara sekelas China-pun harus berguru ke Singapura. 

Singapura 1960 vs sekarang; sumber : huffpost

Singapura dulu dan sekarang pasti sangatlah jauh bedanya. Bahkan dulu negaranya sulit untuk mendapatkan air, tanahnya gersang, dan jalan-jalannya sangat kotor. Tapi berkat tangan dingin Lee Kuan Yew, akhirnya mengubah wujud negara Singapura sekarang. Jalan-jalannya sangat bersih, gedung-gedungnya sangat tertata rapi, pelayanan publik mereka  sangat kuat, dan respon mereka pada setiap isu-isu yang berkembang, sangat bijak, hingga dikatakan oleh Departemen Pendidikan Sekolah Publik, Louis Beehag,  bahwa pendidikan bidang anti-korupsi adalah pelajaran yang paling populer dan sangat diminati oleh orang-orang Singapura. 

Kalau dibandingkan ke kita, bahkan pelajaran anti korupsi belum masuk di kurikulum pendidikan kita.  Sepertinya KPK sendiri yang masih harus berjuang untuk mentransfer knowledge dan nilai-nilai anti korupsi ke seluruh wilayah-wilayah di Indonesia. Isu SARA masih menjadi tools primadona oleh sejumlah elit partai dalam memenangkan kompetisi Pemilu,  dan kita sebagai warga negara juga sangat gampang termakan oleh isu-isu SARA tersebut.  Pencapaian pembangunan yang sudah jelas-jelas terealisasi dan bahkan kinerja pemerintahan daerahnya juga sangatlah memuaskan masyarakat, toh masih bisa dikalahkan oleh isu-isu SARA yang terus digembor-gemborkan oleh lawan politiknya.
Yang lalu biarlah berlalu, tapi harapannya diajang kompetisi pemilihan umum nantinya di tahun 2018, dan tahun 2019, kita seharusnya bisa semakin bijak dalam menanggapi setiap isu-isu yang dihembuskan.  Para kandidat calon yang akan mengajukan diri, jangan terlalu berpongah kepada penampilan diri serta hanya membangun citra diri saja, dengan harapan supaya banyak orang yang kenal, tapi akhirnya lupa pada esensi pokok yang harus dikerjakan setelah terpilih nantinya. Lupa kepada setiap janji-janji manis yang terus diumbar-umbar pada masa kampanye.

Bangsa kita sekarang ini hanya perlu pemimpin-pemimpin daerah yang jujur, berintegritas, berani, juga profesional serta terkontrol.  Disamping kompetensi karakter yang mulia yang dimiliki, juga harus memiliki kompetensi dalam melihat potensi-potensi daerah yang selama ini belum terangkat, bisa dimajukan sehingga menjadi keunggulan dari daerah tersebut. Menciptakan pelayanan publik yang prima, ramah serta tidak adanya pungli disetiap wilayahnya.

Disamping tokoh almarhum Lee Kuan Yew, Indonesia bersyukur saat ini sudah punya presiden yang pro rakyat dan pro pembangunan. Punya skala prioritas dalam membangun serta selalu melibatkan pihak swasta dalam pembangunan proyek-proyek tersebut, sekaligus memiliki kepemimpinan yang bersih dan tidak korup. Tapi kalau hanya Presiden saja, yang punya spirit tersebut, tidak dibarengi oleh spirit para pemimpin daerah yang ada, tampaknya pembangunan kita pastinya akan sangat berjalan lambat. Tidak akan ada percepatan pembangunan. Sebab pembangunan yang cepat terealisasi secara merata di seluruh Indonesia jika dikerjakan secara bersama-sama dan keroyokan.

Merindukan setiap wilayah-wilayah di Indonesia menjadi ‘singapura-nya Indonesia’. Dimana setiap jalan-jalannya di daerahnya terbangun sangat baik serta bersih dan tertata rapi. Seluruh wilayah-wilayah di Indonesia terkoneksi dengan jalan-jalan besar, bahkan sampai ke desa, jalan-jalannya sudah beraspal beton. Tidak ada desa-desa yang terisolir jika sungai-sungai  banjir dan jembatan putus. Pengelolaan objek wisata maupun budayanya bisa  eksis terus sebab ada pemeliharaan dan pembinaan yang terus-menerus  dilakukan dan banyaknya dorongan-dorongan aktif oleh pemimpin daerah dalam menata kota atau wilayahnya masing-masing.
Maunya para pemimpin daerah yang akan memimpin dan yang sudah memimpin adalah juga orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya maupun golongannya. Supaya bisa fokus untuk membangun warganya, juga untuk membangun wilayah daerahnya masing-masing.

Sekali lagi, mari kita mendukung pemimpin yang pro pembangunan, yang pro-rakyat. Yang artinya, hidupnya sepenuhnya didedikasikan untuk rakyat, melayani rakyat dengan sepenuh hatinya, membuat kebijakan-kebijakan yang mendorong kesejahteraan rakyat, serta teralisasi seluruhnya janji-janji politik yang sudah pernah diutarakannya pada masa-masa kampanye lalu.

Sibolangit, 8 Juli 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...