![]() |
sumber gambar : cnn.com |
Singapura bisa berbangga sekarang, karena punya tokoh
seperti Lee Kuan Yew. Meskipun Bapak pendiri Singapura ini sudah wafat, legacy yang ditinggalkan sekarang bagi
Singapura sangatlah banyak. Kita perlu belajar dari tokoh senior tersebut,
untuk bisa memiliki hatinya, visinya dalam membangun suatu kota yang beradab. Para
calon pemimpin daerah yang mau
mengajukan diri di tahun depan dan yang sudah terpilih di tahun ini seharusnya
bisa belajar dan bahkan meniru kesuksesan Lee Kuan Yew dalam memimpin sebuah
negara yang sangat kecil.
Meskipun setiap kota-kota ataupun daerah-daerah kabupaten
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia punya ciri khas dan karakter
daerahnya masing-masing, tapi pasti punya satu hal bidang yang sama dalam
membangun daerah-daerah tersebut. Perlu pemimpin yang jeli, passion yang
kuat dalam membangun, serta terkontrol, untuk bisa mewujudkan karakteristik potensi daerah tersebut.
Pikiran liarku mengandaikan seluruh wilayah-wilayah di Indonesia sekelas dengan
Singapura, oh alangkah dasyatnya negeri kita Indonesia ini.
Singapura dulu, bukanlah negara yang sangat kaya akan sumber
daya alam, tapi memiliki kekayaan dan pendapatan negara yang luar biasa kaya sampai
bisa mengalahkan pendapatanya negara Norwegia, Amerika dan bahkan Arab Saudi.
IMF ditahun 2013 mencatat rata-rata pendapatan tiap-tiap orang Singapura dalam
setahun mencapai 61.567 dolar AS (sekitar 601,32 juta), dan angka tersebut
menurut riset IMF di tahun 2018, berarti di tahun depan, bisa mencapai 77.000
dollar AS (sekitar 777 juta itu kalau per dolarnya Rp.10.000). Fokus kita bukan
melihat sejumlah angka-angka fantastis tersebut, melainkan supaya para pemimpin maupun calon pemimpin
daerah bisa belajar dari Singapura. Bagaimana mewujudkan negara mereka menjadi
semaju sekarang. Bahkan negara-negara sekelas China-pun harus berguru ke
Singapura.
![]() |
Singapura 1960 vs sekarang; sumber : huffpost |
Singapura dulu dan sekarang pasti sangatlah jauh bedanya. Bahkan
dulu negaranya sulit untuk mendapatkan air, tanahnya gersang, dan jalan-jalannya
sangat kotor. Tapi berkat tangan dingin Lee Kuan Yew, akhirnya mengubah wujud
negara Singapura sekarang. Jalan-jalannya sangat bersih, gedung-gedungnya
sangat tertata rapi, pelayanan publik mereka sangat kuat, dan respon mereka pada setiap
isu-isu yang berkembang, sangat bijak, hingga dikatakan oleh Departemen
Pendidikan Sekolah Publik, Louis Beehag, bahwa pendidikan bidang anti-korupsi adalah
pelajaran yang paling populer dan sangat diminati oleh orang-orang Singapura.
Kalau dibandingkan ke kita, bahkan pelajaran anti korupsi
belum masuk di kurikulum pendidikan kita.
Sepertinya KPK sendiri yang masih harus berjuang untuk mentransfer
knowledge dan nilai-nilai anti korupsi ke seluruh wilayah-wilayah di Indonesia.
Isu SARA masih menjadi tools
primadona oleh sejumlah elit partai dalam memenangkan kompetisi Pemilu, dan kita sebagai warga negara juga sangat
gampang termakan oleh isu-isu SARA tersebut. Pencapaian pembangunan yang sudah jelas-jelas
terealisasi dan bahkan kinerja pemerintahan daerahnya juga sangatlah memuaskan
masyarakat, toh masih bisa dikalahkan oleh isu-isu SARA yang terus
digembor-gemborkan oleh lawan politiknya.
Yang lalu biarlah berlalu, tapi harapannya diajang kompetisi
pemilihan umum nantinya di tahun 2018, dan tahun 2019, kita seharusnya bisa
semakin bijak dalam menanggapi setiap isu-isu yang dihembuskan. Para kandidat calon yang akan mengajukan
diri, jangan terlalu berpongah kepada penampilan diri serta hanya membangun
citra diri saja, dengan harapan supaya banyak orang yang kenal, tapi akhirnya
lupa pada esensi pokok yang harus dikerjakan setelah terpilih nantinya. Lupa kepada
setiap janji-janji manis yang terus diumbar-umbar pada masa kampanye.
Bangsa kita sekarang ini hanya perlu pemimpin-pemimpin
daerah yang jujur, berintegritas, berani, juga profesional serta terkontrol. Disamping kompetensi karakter yang mulia yang
dimiliki, juga harus memiliki kompetensi dalam melihat potensi-potensi daerah
yang selama ini belum terangkat, bisa dimajukan sehingga menjadi keunggulan
dari daerah tersebut. Menciptakan pelayanan publik yang prima, ramah serta
tidak adanya pungli disetiap wilayahnya.
Disamping tokoh almarhum Lee Kuan Yew, Indonesia bersyukur
saat ini sudah punya presiden yang pro rakyat dan pro pembangunan. Punya skala
prioritas dalam membangun serta selalu melibatkan pihak swasta dalam
pembangunan proyek-proyek tersebut, sekaligus memiliki kepemimpinan yang bersih
dan tidak korup. Tapi kalau hanya Presiden saja, yang punya spirit tersebut,
tidak dibarengi oleh spirit para pemimpin daerah yang ada, tampaknya
pembangunan kita pastinya akan sangat berjalan lambat. Tidak akan ada
percepatan pembangunan. Sebab pembangunan yang cepat terealisasi secara merata
di seluruh Indonesia jika dikerjakan secara bersama-sama dan keroyokan.
Merindukan setiap wilayah-wilayah di Indonesia menjadi ‘singapura-nya
Indonesia’. Dimana setiap jalan-jalannya di daerahnya terbangun sangat baik
serta bersih dan tertata rapi. Seluruh wilayah-wilayah di Indonesia terkoneksi
dengan jalan-jalan besar, bahkan sampai ke desa, jalan-jalannya sudah beraspal
beton. Tidak ada desa-desa yang terisolir jika sungai-sungai banjir dan jembatan putus. Pengelolaan objek
wisata maupun budayanya bisa eksis terus
sebab ada pemeliharaan dan pembinaan yang terus-menerus dilakukan dan banyaknya dorongan-dorongan aktif
oleh pemimpin daerah dalam menata kota atau wilayahnya masing-masing.
Maunya para pemimpin
daerah yang akan memimpin dan yang sudah memimpin adalah juga orang-orang yang
sudah selesai dengan dirinya maupun golongannya. Supaya bisa fokus untuk
membangun warganya, juga untuk membangun wilayah daerahnya masing-masing.
Sekali lagi, mari kita mendukung pemimpin yang pro
pembangunan, yang pro-rakyat. Yang artinya, hidupnya sepenuhnya didedikasikan
untuk rakyat, melayani rakyat dengan sepenuh hatinya, membuat kebijakan-kebijakan
yang mendorong kesejahteraan rakyat, serta teralisasi seluruhnya janji-janji
politik yang sudah pernah diutarakannya pada masa-masa kampanye lalu.
Sibolangit, 8 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar