sumber gambar : ISMOC on twitter |
Yohanes Surya adalah salah satu tokoh
favorit saya, dan dia juga merupakan mentor tidak langsung, Hidup beliau
yang terus menginspirasi dunia pendidikan terus berjalan. Mencoba untuk
menggebrak dunia pendidikan yang ada di Indonesia ini. Melalui segala
idealisme yang dimiliki oleh beliau.
Salah satu hal pelajaran yang sangat
menolong saya adalah teori Mestakung-semesta mendukung. Teori ini
mengilustrasikan pasir yang dituang terus menerus dalam suatu titik
fokus, maka seluruh pasir tersebut akan menyebar dengan rapi dan semakin
tajam dan tinggi puncaknya. Artinya ketika kita sudah fokus terhadap
suatu hal, seperti pasir yang difokuskan, maka akan tersebar merata
sebaran pasirnya, sampai pada akhirnya akan membentuk titik fokus.
Usaha-usaha yang sudah kita alirkan akan
terus mencari ruangnya dan bentuknya, hingga pada akhirnya juga akan
membentuk suatu titik fokus. Amati dan cermati juga ketika usaha itu
terus dikerjakan maka hal-hal yang diluar kita akan mengikuti arah kita,
dan menolong kita sampai ke titik puncak dari impian kita (semesta
mendukung).
Pasir itu juga berbicara tentang suatu hal yang kecil bahkan sangat kecil. Tapi ketika sudah banyak usaha-usaha kecil atau percobaan-percobaan yang sangat kecil kita lakukan, niscaya pasir-pasir itu juga akan membentuk satu hal fokus dalam kehidupan kita. Seperti keberhasilan dalam kehidupan karir atau pekerjaan maupun kepribadian kita sekalipun.
Dikatakan lagi, dan bahkan sudah
dibuktikan oleh beliau, bahwa tidak ada anak yang bodoh. Yang ada hanya
anak yang tidak atau belum mendapatkan guru yang baik dalam mendidiknya.
Ketika sudah ketemu dengan guru tersebut, niscaya si anak akan semakin
bersinar lambat laun. Akan segera meninggalkan ‘kebodohan’ dalam dirinya
sendiri.
Membawa dan mendidik anak Papua secara
langsung ke sumber pembelajaran terkonsentrasi di sebuah wadah
pendidikan, dalam hitungan tidak begitu lama, niscaya si anak Papua
tersebut bisa bersaing dengan rekan-rekan yang lain. Artinya ketika si
anak sudah berkata ‘ia’ untuk berangkat, ia tidak diberi kesempatan
untuk bisa kembali ke kehidupannya yang dulu. Melainkan seperti Napoleon
sewaktu berperang melawan musuhnya, ia membakar kapal yang
memberangkatkan mereka ke medan perang, sehingga ketika sudah terlihat
mau kalah, terus berjuang, sebab tidak ada jalan kembali lagi untuk
pulang, selain kemenangan adalah tujuan akhir berperang.
Hari ini dikejutkan dengan pemberitaan
yang kurang elok dipandang oleh mata. Kampus yang sudah dibangun dan
sudah dioperasikan sejak di 2013 tahun yang lalu, akhirnya ditinggalkan
oleh banyak mahasiswa dan juga para dosen. Bahkan sekarang sudah punya
utang hampir 16 milyar ke salah satu bank yang ada di Indonesia. Akibat
pengelolaan manajemen yang kurang baik selama kurang lebih empat tahun
yang lalu.
Padahal banyak mimpi dan harapan yang ditaruh melalui berdirinya kampus tersebut. Disamping mencetak para mahasiswa-mahasiswi ilmuwan, juga diharapkan bisa memimpin perubahan teknologi dan sains di bangsa kita. Mencoba untuk menggiring percepatan teknologi dan sains untuk segera kita miliki. Segala penemuan dan teknologi yang inovasi tersebut berharap bisa diaplikasikan ke kehidupan masyarakat secara langsung. Sehingga bisa mengurangi cost penelitian yang sudah dikembangkan.
Berharap bisa mengejar ketertinggalan dari
negara-negara yang sudah maju, seperti China, Amerika, Jerman, bahkan
India sekalipun. Tapi sepertinya mimpi itu akankah terkubur dan tidak
tercapai lagi? Seakan-akan Bapak Yohanes Surya sendirian
untuk bisa membuat perubahan itu. Sendirian berjuang hidup dengan
idealisme yang sangat tinggi. Melakukan banyak pengorbanan, meninggalkan
zona nyaman seperti pekerjaan di Negara Paman Sam,yang tentunya
menjamin kehidupannya dan masa depannya yang lebih baik. Hanya supaya
untuk bisa melihat Indonesia menjadi Pemimpin Perubahan dalam bidang
Sains dan Teknologi.
Berani membayar mahal para doktor-doktor
yang direkrut untuk membangun sistem pendidikan di kampusnya. Dan banyak
pengorbanan lainnya yang mungkin tidak bisa kasat mata terlihat.
Tampaknya pemerintah kita tidak begitu
suka untuk membantu segala operasional dari universitas ini. Yang
sebenarnya bagi pemerintah, itu bukanlah angka yang fantastis untuk bisa
dibantu penyelesaiannya. Hanya 16 milyar, jika dibanding dengan uang
yang sudah dikorupsi, seperti proyek e-KTP yang mencapai kerugian 2,3
trilyun Rupiah, sekitar 0,69% saja dari total korupsi e-KTP.
Pemerintah kita seharusnya bisa jeli melihat, mana-mana kampus yang begitu kuat passion-nya
dalam membangun bangsa, dan mana-mana saja kampus yang hanya diajarkan
untuk saling membenci, mengumpat atau memfitnah, sehingga tidak ada sama
sekali kontribusi yang nyata yang bisa dikerjakan oleh pihak kampus
tersebut. Para dosennya sibuk mengejar bisnis diluar, atau bahkan tetap
kekeh dalam pemahaman radikalis-nya pada ormas-ormas yang jelas-jelas
sudah dinyatakan dilarang.
Jadi bangsa kita perlu banyak belajar dan
evaluasi dari beberapa kesalahan yang sudah dilakukan oleh Bapak
Yohanes Surya. Supaya generasi-generasi mendatang, bisa meng-handle dengan baik setiap Idealisme-nya yang kuat. Meng-eksekusi dengan baik dan matang setiap perancanaan yang sudah dibuat.
Tak lupa juga, urutan dan kegiatan proses-pengaktualisasian idealisme
tersebut juga penting untuk diperhatikan. Termasuk bagaimana
pembiayaan-pembiayaannya mulai dari hulu hingga ke hilir,
supaya bisa
tercover dengan baik.
Bahkan kalau perlu, melihat peluang bagaimana keterlibatan pemerintah maupun swasta
bisa membantu menolong kita, sebab memang kita tidak bisa sendirian
bekerja dan berkarya. Disamping itu juga pemerintah punya sumber kapital
atau modal yang besar yang tentunya
Mencari orang yang sama passionnya dengan kita, sehingga kita bisa menemukan mentor sejawat yang juga akan membantu kita dalam proses pengaktualisasian dari idealisme tersebut. Ketika kita buntu, ada teman yang akan mengingatkan dan menasehati kita, sehiingga kita tidak stagnan dalam kondisi kesulitan yang ada.
Penulis berdomisili di
Sibolangit, alumni UNIMED dan Pengajar di STT Terpadu Sibolangit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar