Tulisan ini
hanyalah sebuah analisis dari seorang awam, yang ingin mencoba melihat proses
hukum yang sedang dicoba diacak-acak di bangsa ini. Terutama masalah hak angket
oleh DPR kepada sebuah lembaga independen, tapi yang oleh keputusan MK
(Mahkamah Konstitusi) pada sidang putusan kemarin (8/2/2018), menyatakan bahwa
Hak Angket KPK dinyatakan sah berdasarkan hukum. Seperti yang dilansir oleh
kompas.com.
Perjuangan KPK
di dalam menegakkan perjuangan melawan korupsi di bangsa ini, sekarang harus
lebih berhati-hati lagi pasca ditolaknya permohonan mereka kepada MK.
Harapannya supaya MK bisa membatalkan rencana DPR di dalam memberikan Hak Angket
kepada KPK. Sebab KPK bukan termasuk unsur eksekutif sehingga berhak dijadikan
objek pelaksana dari Hak Angket oleh DPR. Tapi ternyata, perjuangan mereka
harus berujung kepada sebuah kekalahan telak, setelah MK menyatakan sah atas
hal itu.
MK didalam
pertimbangannya menilai bahwa KPK adalah lembaga penunjang pemerintah yang
dibentuk berdasarkan Undang Undang. Dengan demikian, KPK adalah lembaga
eksekutif.
Didalam
putusannya, Ketua MK, Arief Hidayat, membacakan putusan tersebut, “KPK
merupakan lembaga di ranah eksekutif yang melaksanakan fungsi eksekutif yakni
penyidikan dan penuntutan. DPR berhak meminta tanggung jawab KPK,”
Namun demikian
dari sembilan hakim, ada empat hakim yang menyatakan dissenting opinion atau perbedaan pendapat atas putusan ini. Mereka
adalah Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra dan Suhartoyo.
Mari kita
melihat sebentar awal mula bergulirnya hak angket yang dikeluarkan oleh DPR
kepada KPK. Diawali dengan penolakan KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan
Miryam S. Hariyani kepada DPR. Kemudian masalah pengelolaan anggaran yang
kurang tepat, adanya indikasi penyelewengan anggaran. Ketiga, terdapat dugaan ketidakcermatan dan ketidakhati-hatian
dalam penyampaian keterangan dalam proses hukum maupun komunikasi publik,
termasuk dugaan pembocoran informasi ke media tertentu sehingga beredar nama
yang kebenarannya belum dikonfirmasikan ke yang bersangkutan. Hingga adanya laporan
informasi tentang perpecahan di internal KPK sendiri (Kasus Aris Budiman-Kepala
Penyidik KPK dengan Novel Baswedan). Seperti yang dilansir news.detik.com (28
April 2017).
Kemudian usulan hak angket KPK itu disahkan melalui
rapat paripurna DPR pada Jumat, 28 April 2017. Meskipun dihujani oleh banyaknya
interupsi, tapi Fahri Hamzah selaku pemimpin rapat kala itu, akhirnya mengetuk
palu untuk segera menerbitkan hak angket KPK. Ini merupakan langkah awal Setnov
didalam mencegah korupsi e-ktp menyasar dirinya. Setnov tidak memimpin rapat,
supaya tidak ada anggapan bahwa dirinya yang paling ngotot untuk upaya
pelaksanaan hak angket KPK.
Anggota pansus hak angket KPK pun bekerja mencari
segala bukti-bukti keteledoran KPK, bahkan sampai menjumpai para napi koruptor
di lapas Sukamiskin. Memanggil Ketua KPK, tapi dibeberapa kesempatan tidak
menghadiri panggilan tersebut dengan alasan menunggu hasil keputusan MK akan
hal itu. Melaksanakan beberapa sidang paripurna untuk segera memperpanjang masa
kerja Hak Angket. Tapi sejak putusan MK pada Kamis, 8/2/2018, akhirnya MK menyatakan menolak bahwa Hak Angket kepada KPK
itu tidak sah.
Meskipun adanya peristiwa Ketua MK menemui pimpinanan Komisi
III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, seperti yang dilansir oleh Kompas.com
(8/2/2018), namun hal itu dianggap oleh Dewan Etik MK sebagai sebuah pelanggaran
ringan. Pak Arif tidak terbukti melakukan lobi-lobi politik sebelum menyahkan
bahwa Hak Angket tersebut sudah benar. Dikatakan pelanggaran ringan hanya karena
tidak menggunakan undangan resmi oleh MK, tapi pertemuan terjadi hanya karena
adanya telepon dari yang terkait.
Melihat
Rekomendasi Pansus Angket.
Adapun rekomendasi yang paling krusial pada saat ini
adalah tentang perlu tidaknya badan pengawas dan apakah perlu untuk membuat
rancangan undang-undang tentang penyadapan. Seperti yang dilansir oleh Kompas.com
(1/2/2018) lalu, Ketua DPR menyatakan bahwa perlunya Badan Pengawas (Banwas)
untuk bisa mengawasi kinerjanya KPK. Tidak cukup hanya Dewan Etik.
"Dewan Etik kan untuk masalah yang kalau ada pelanggaran
masuknya ke etik. Beda dengan Dewas (Dewan Pengawas)," kata Bamsoet,
sapaannya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Kemudian oleh Ketua Pansus Hak Angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan,
dalam rekomendasinya Pansus bakal memperkuat fungsi pencegahan lembaga
antirasuah tersebut. Kemudian katanya akan membatalkan rencana pembentukan
badan pengawas. Seperti yang dilansir Kompas.com (6/2/2018).
"Kami sepakat
untuk upaya pencegahan terutama, bagaimana menciptakan orang itu malu untuk
berbuat korupsi. Itu perlu ada upaya sistemik dan masif di publik," kata
Agun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2018).
Agun juga melihat bahwa selama ini
porsi anggaran untuk KPK di sektor pencegahan masih minim. Oleh karena itu
beliau memandang perlunya dana anggaran dalam pencegahan. Sebab selama ini
upaya pencegahan lebih banyak menggunakan dana hibah diluar APBN. Padahal
seharusnya negara harus hadir di dalam menyokong KPK terutama dalam hal
pendanaan untuk melakukan pencegahan.
Melihat
Langkah KPK Berikutnya
Sejak keluarnya putusan MK seperti itu, meskipun
kecewa tapi KPK tetap tegar dan menghormati putusan tersebut. Seperti yang
dikatakan oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di
gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
"Kami akan membaca dan melakukan analisis lebih detail,
tentu saja lebih dalam terkait dengan putusan tersebut, dan sejauh mana
konsekuensi-konsekuensinya terhadap kelembagaan KPK akan dibahas terlebih
dahulu di internal,"
Setelah melakukan hal itu di tingkat internal, barulah
KPK akan menentukan sikapnya bagaimana di dalam menghadapi segala kemungkinan
yang ada. Bahkan kemungkinan yang terburuk sekalipun.
Apakah KPK akan berada di ujung tanduk di dalam upaya
melawan korupsi di Indonesia. Padahal sudah banyak kasus yang memang telah
melibatkan para pejabat, baik itu dari eksekutif, legislatif bahkan di tingkat
yudikatif. Sebab tidak ada institusi, lembaga atau pemerintahan yang terbebas
dari kasus korupsi.
Tepat waktunya MK di
dalam memutuskan hak angket ini, menjadi angin segar bagi Komisi III DPR, sebab
hal itu nantinya akan menjadi keputusan yang berkekuatan hukum tetap. Dan
semuanya akan terungkap pada sidang paripurna DPR pada tanggal 12 Februari 2018
yang akan datang. Apakah yang akan menjadi putusan mereka di dalam hak angket
KPK? Konsistenkah hanya akan memperkuat upaya pencegahan tanpa mengutak-atik
bidang yudisial KPK, yakni di dalam penyadapan, penyelidikan, dan penindakan
terhadap kejahatan korupsi. Mari kita lihat bersama.
Perubahan motif dan semangat Hak Angket diawal hingga
perubahan rekomendasi pansus telah mewarnai upaya KPK di dalam menindak kasus
korupsi di bangsa ini. Dan perubahan itu tidak terlepas dari telah disidangkannya
Setnov pada kasus e-KTP. Hal ini patut menjadi perhatian kita bersama.
Terakhir semoga benarlah adanya tindakan DPR didalam
memberikan Hak Angket tersebut untuk menguatkan KPK dan bukan malah sebaliknya.
Mainkan Sabung Ayam S128 dan SV388 Dengan Kualitas Terbaik bersama Winning303..
BalasHapusKemenangan 100% di Pasti di Bayar!!
Bonus New Member Slot 15%
Bonus New Member Poker 10%
Bonus New Member Sabung Ayam 10%
Bonus New Member Sportsbook & Live Casino 20%
Bonus Deposit 10% Setiap Hari
Bonus Deposit 10% Slot Setiap Hari
Bonus Deposit Sabung Ayam 5%
Bonus Cashback 5-10%
Bonus 100% 7x Kemenangan Beruntun Sabung Ayam
Diskon Togel Hingga 65%
Bonus Rollingan Slot 1%
Bonus Rollingan Poker dan Live Casino 0.5%
Hubungi Segera:
WA: 087785425244
Cs 24 Jam Online