Masih ingat
dulu pelajaran waktu di SD, dikatakan bahwa hutan itu adalah paru-paru dunia.
Ketika hutan dirusak bisa dipastikan lingkungan sekitar bisa rusak dan mati. Di
dalam konsep pemikiranku dulu yang masih kanak-kanak, sungguh hebat peran hutan
ini di dalam dunia ini. Artinya ketika hutan rusak, paru-paru dunia juga rusak.
Itu sama dengan kita akan sulit untuk bernafas.
Dan ketika itu
Aku akan sangat tertarik sewaktu guruku bisa menyampaikan tentang konsep dan
pembelajaran mengenai hutan. Bisa dipastikan tidak mengantuk dan selalu memperhatikan
disetiap informasi yang diberikan.
Namun sekarang
diriku paling sedih ketika melihat banyak pohon-pohon ditebangi. Apalagi di
sekitar tempat tinggal ku, Sibolangit, pusat mata air untuk sebagian kebutuhan
orang Medan dan wilayah sekitar, sudah sering sekali melihat barisan
pohon-pohon yang ditebang. Sehingga makin hari tambah panas wilayah kami
disini. Dulunya adem ayem, tidak terdengar polusi suara mesin pemotongan,
sekarang sudah terdengar.
Ingin diri ini
melaporkan, tapi apa daya mengingat hal itu adalah juga untuk pemenuhan ekonomi
suatu keluarga. Jadi merasa serba salah. Faktor ekonomi yang juga menyebabkan
banyak warga akhirnya untuk lebih memilih menebang pohon yang besar dan
kemudian dijadikan papan dengan berbagai ukuran.
Beruntung
masih ada lembaga kehutanan yang berada di daerah sini, kalau tidak, jangan
harap pohon-pohon di kawasan hutan lindung pemerintah bisa aman dari penjarahan
warga. Tapi meskipun demikian, ketika diriku pergi kunjungan ke suatu desa yang
melewati kawasan hutan lindung, tak jarang melihat di sisi jalan ada seonggok
batang pohon tersusun rapi. Hanya tinggal mengangkut saja.
Sebab kalau
semakin banyak pohon-pohon yang ditebangi, mungkin peristiwa yang di Brebes
kemarin (22/2/2018) bisa dipastikan akan terjadi di daerah sini. Sebab memang
posisi daerah Sibolangit, berada di ketinggian kurang lebih 500 meter dari
permukaan laut.
Padahal berdasarkan
laporan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di dalam situs
resmi di vsi.esdm.go.id (5/4/2017) lalu telah terjadi bencana gerakan tanah di
Sibolangit. Dimana dalam laporan tersebut, berdasarkan Peta Prakiraan Potensi
Terjadi Gerakan Tanah pada bulan Maret 2017, ada tujuh kecamatan di Kabupaten
Deli Serdang, termasuk Sibolangit yang punya potensi terjadinya bahaya longsor.
Artinya ketika terjadinya hujan deras lama diatas normal, maka potensi
pergerakan tanah bisa aktif kembali. Itu artinya longsor yang akan
mengakibatkan bencana kematian bagi warga sekitar sini.
Menyikapi Longsor di Brebes.
![]() |
Korban Brebes |
Kita tidak
ingin melihat korban akibat longsor ini semakin banyak lagi. Cukuplah itu.
Sebab kondisinya ketika hal itu terjadi sangatlah mengerikan. Seperti yang di
saksikan oleh Tarso, warga desa Bentarsari, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes
(liputan6.com, 23/2/2018), bahwa longsor yang terjadi di daerahnya tak sampai 20
menit sudah meluluhlantahkan jalan provinsi dan hutan pinus di daerahnya.
Diperkirakan pasti ada kendaraan yang melintasi jalan tersebut.
Berdasarkan
laporan, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho,
seperti yang dilansir tribunnews.com (23/2/2018), dimana ada 18 orang hilang,
sebagian besar dari mereka sudah bisa diidentifikasi. Sedang korban yang
meninggal ada sebanyak 5 orang dan orang-orang yang terluka ada sebanyak 14
orang. Hari ini juga (23/2/2018) seperti yang disampaikan oleh MetroTv pada
headlines pukul 11.00 Wib, sudah
dilakukan evakuasi oleh tim sebanyak 550 orang personel, karena kondisi yang sedang
cerah tidak hujan. Tim tersebut berasal dari tim gabungan baik dari kepolisian,
BNPB, Tim Sar, Banser NU dan masyarakat.
![]() |
kondisi jalan raya diatasnya |
Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan hingga di awal Februari, seperti yang
dilansir detik.news.com (8/2/2018) sudah terjadi 275 kali bencana, 30 orang meninggal, 66 korban luka, 153.183 orang mengungsi, 10
ribu unit rumah rusak. Dan pasti data ini belum memasukkan bencana di Brebes.
Kemudian bencana longsor adalah bencana yang paling banyak mengakibatkan kematian.
Sedangkan di
tahun lalu, tahun 2017, seperti yang dilansir oleh Kompas.com (5/12/2017), BNPB
mencatat bahwa ada 2.175 kejadian bencana. Dimana bencana banjir (737 kejadian), puting beliung (651 kejadian), tanah
longsor (577 kejadian), kebakaran hutan dan lahan (96 kejadian), banjir dan
tanah longsor (67 kejadian), kekeringan (19 kejadian), gempa bumi (18
kejadian), gelombang pasang/abrasi (8 kejadian), serta letusan gunung api (2
kejadian).
Dan oleh
karena mengingat bahwa musim hujan akan terus sampai di bulan Maret 2018, dan
puncaknya adalah Februari ini, diharapkan supaya masyarakat semakin hati-hati
dan tetap waspada. Dimana beberapa tandanya yaitu, adanya tanah yang amblas,
retakan tanah, pohon maupun tiang listrik miring, tiba-tiba air keluar dari
sisi tebing, dan banyak tanda lainnya.
Terakhir,
berharap supaya masyarakat Indonesia, terutama masyarakat daerah Sibolangit dan
sekitarnya,supaya bijak mengelola hutan yang ada di sekitar lingkungan kita.
Jangan hanya untuk memenuhi kebutuhan perut yang hanya sebentar saja masanya,
kita harus mengorbankan kepentingan dan hidup orang banyak yang berdiam
didalamnya.
Bahaya longsor
dan bahaya banjir tidak lain tidak bukan, penyebabnya adalah kita sendiri.
Sebab kalau kita bisa menjaga alam sekitar kita, maka alampun akan menjaga dan
melindungi kita. Tapi demikian juga sebaliknya ketika kita tidak bisa merawat
dan menjaga alam lingkungan kita, merekapun angkat menunjukkan murkanya yang
sangat hebat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar