Setelah tiga tahun lebih adanya upaya percepatan
pembangunan yang dilakukan pada masa pemerintahan Bapak Jokowi, sudah saatnya untuk melakukan evaluasi. Moment
moratorium ini harus dimanfaatkan sebagai upaya untuk bisa semakin teliti dan
tidak mengabaikan yang namanya prosedur teknis pembangunan.
Dimana kemarin (20/2/2018), telah terjadi
kecelakaan kerja pada pembangunan tol
becakayu. Dimana menurut pengakuan Dono Parwoto, Kepala Divisi III
Waskita, bahwa kecelakaan tersebut bukan karena ambruknya tiang pancang,
melainkan bekisting pearhead atau
cetakan untuk pengecoran beton pierhead. Seperti
yang dilansir oleh Kompas.com (20/2/2018).
Waskita sebagai pelaksana proyek, yang merupakan
salah satu BUMN (Badan Usaha Milik Negara) tengah melangsungkan investigasi
dengan menghimpun informasi dan data mengenai peristiwa ambruknya bekisting tersebut. Mereka juga
menyatakan bertanggung jawab untuk seluruh pengobatan terhadap tujuh korban
akibat dari peristiwa tersebut.
Kemudian akhirnya pemerintah memutuskan untuk memberhentikan
sementara waktu seluruh proyek pekerjaan berat dan elevated atau melayang di seluruh proyek pembangunan infrastruktur.
Dimana keputusan itu dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat, Basuki Hadimuljono untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Mengadakan audit dulu di seluruh pengerjaan
pembangunan yang dikerjakan, ketika hal itu sudah rampung baru akan membuka
kembali proses pembangunan yang dimoratorium.
Salah satu dampak secara kasat mata akibat dari proses
pemberhentian ini adalah mengakibatkan harga pasar saham disejumlah bursa saham
mulai mengalami penurunan harga, seperti yang dilansir oleh MetroTv (21/2/2018).
Tapi itu tidak akan signifikan dengan perekonomian kita kedepannya.
Saatnya
Evaluasi
Ada beberapa evaluasi yang patut kita cermati
bersama. Meskipun ini bukan evaluasi secara komprehensif dan menyeluruh, tapi
hanyalah evaluasi dari kacamata kaum awam.
Pertama, evaluasi arah pembangunan yang sudah dikerjakan, kedua, kinerja
dan hasil yang sudah dicapai. Ketiga, Pengelolalaan isu utang negara didalam
melakukan pembangunan.
Evaluasi arah pembangunan kita dan isu yang
menyertainya. Pengamat transportasi Danang Paraeksit, seperti yang dilansir
Merdeka.com (17/12/2017) menilai pembangunan infrastruktur di tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK sudah
tepat sasaran. Namun yang masih ketinggalan yaitu keterkaitan antara
pembangunan infrastruktur tersebut dengan pertumbuhan ekonomi di daerah.
Kemudian hal yang senada oleh Enny Sri Hartati, seperti
yang dilansir liputan6.com (9/2/2017),Direktur Eksekutif Indef, menyatakan bahwa
arah pembangunan yang dilakukan oleh Jokowi belum jelas kemana. Memang jauh
lebih parah jika hal tersebut dibandingkan dengan pemerintahan SBY. Dimana
meskipun beliau sudah punya MP3EI (Masterplan Program Pemercepatan Pembangunan
Ekonomi Indonesia, tapi seluruh pererncanaan itu masihlah berupa rencana diatas
rencana. Tidak ada eksekusi sama sekali.
Tapi benarkah demikian, segala pendapat pakar
tersebut? Bukannya tidak jelas, tapi karena terlalu lama tidak ada sama sekali
pembangunan yang bisa direalisasikan pada zamannya SBY dulu, maka
ketertinggalan pembangunan kita sudah sangat jauh ketinggalan dengan negara-negara
tetangga kita. Maka betul-betul segera melakukan pembangunan. Jadi memang
sepertinya tidak ada arah, karena memang kita sudah betul-betul ketinggalan.
Lihat saja Cina bisa membangun 1000 Km jalan tol di dalam setahun, sedangkan
kita, sulit untuk bisa mencapai angka 1000 km di dalam setahun.
Kemudian apa sih pembangunan yang sudah dikerjakan
oleh Jokowi? Seperti yang bisa kita baca di beberapa media dan bisa kita
saksikan sendiri, sudah ada berapa yang berdiri dan diresmikan oleh Jokowi
selama ia memimpin. Mulai dari meresmikan jalan tol maupun jalan-jalan nasional
yang ada di Jawa, maupun diluar Jawa. Peresmian pembangunan pelabuhan maupun
bandara. Pembangunan waduk super gede yakni yang ada di Jatiluhur dan di
tempat-tempat lainnya.
Selanjutnya mengenai isu seputar penggunaan utang
negara untuk pembangunan. Dimana seperti yang kita ketahui bersama bahwa
sektor-sektor yang tidak produktif pada masa-masa SBY memimpin, yakni
menggunakan utang negara di dalam memberikan subsidi-subsidi ke sektor energi.
Dimana selalu memberikan subsidi di sektor tersebut, dan habis konsentrasinya
di dalam memberikan banyak subsidi lainnya, sehingga mustahil untuk melakukan
pembangunan. Tapi bersyukur kebijakan tersebut, dihapuskan pada masa Jokowi.
Meskipun ngutang juga, tapi betul-betul ada realisasi pembangunan yang
dikerjakan. Ada pengelolaan utang negara dengan baik sekali. Dan tepat berada
di tangan Menteri Keuangan terbaik dunia.
Isu ini selalu dimanfaatkan oeh lawan politik
Jokowi, Gerindra dan segala kroni-kroninya. Apalagi Prabowo, selalu mengatakan
bocor..bocor..APBN negara kita. Memang betul bocor pada masa SBY, karena selalu
dimalingin, baru terbongkar di masa Jokowi. Kemudian diberikan ke subsidi yang
tidak jelas hanya untuk tampak secara kasat mata bahwa perekonomian kita baik-baik adanya dipermukaan, dan daya beli
masyarakat tampak masih kuat. Hanya supaya bisa mengamankan langkah politik di
periode kedua SBY, dan dia berhasil dengan gagasan tersebut.
Tapi Bapak Jokowi tidak akan seperti itu.
Pembangunan akan terus digalakkan, meskipun ini tahun-tahun politik, beliau
akan tetap berkontribusi di dalam membangun bangsa kita, terutama pembangunan
infrastruktur. Supaya cita-cita beliau, konektivitas itu bisa terealisasi
dengan betul-betul dan bisa menghilangkan biaya operasional berlebihan.
Kemudian adanya rasa keadilan, yakni harga di Papua tidak jauh beda dengan
harga barang di wilayah lain di seluruh Indonesia.
Akhirnya perlu adanya evaluasi pembangunan yang
sudah dikerjakan sekarang ini. Sebagai langkah untuk bisa lebih mempercepat dan
mencapai target pembangunan yang sudah diancang-ancangkan. Meskipun moratorium
atau pemberhentian sementara pembangunan infrastruktur terutama di bidang
infrastruktur melayang, langkah ini akan menjadi langkah efektif di dalam
proses pembangunan di bangsa kita.
Pemberhentian ini tampaknya sederhana, tapi
memiliki makna yang jauh lebih luas. Ibarat seorang atlet loncat tinggi atau
lompat jauh yang harus mundur dulu di dalam mengambil ancang-ancang untuk bisa
memperoleh lompatan tertinggi atau terjauhnya. Ataupun ibarat pesawat yang
betul-betul harus mempertimbangkan matang landasan pacuannya sebelum akhirnya
bisa terbang. Demikianlah arah pembangunan kita, harus betul-betul matang di
landasan pembangunan kita, yakni pembangunan infrastrukturnya, barulah akhirnya
bangsa kita bisa betul-betul terbang, melesat jauh ke depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar