Alangkah malangnya jika seorang
guru, ketika segala jerih payahnya disia-siakan oleh anak-anak didiknya. Segala
persiapan yang dilakukannya sebelum mengajar, teryata tidak begitu dihargai alias dicuekin oleh siswa atau siswinya. Bahkan
ketika tidak menaruh rasa hormat lagi, para siswa yang merasa diri sudah besar,
kuat telah berani bertindak dengan memainkan tangannya ke seorang guru.
Ketika tidak bisa lagi menerima
teguran, disitulah mandeknya pertumbuhan bagi seorang anak yang dididik. Dan
ketika sudah mandeknya pertumbuhan tersebut, maka kecenderungan perubahan
perilakunya berikutnya adalah stagnan, kemudian bisa menjadi jahat dan bahkan
sadis ketika lingkungan si anak selalu dipenuhi dengan kekerasan.
Sebenarnya kematian Bapak Ahmad
Budi Cahyono, seorang guru honorer di SMAN 1 Torjun, Kabupaten Sampang, adalah
sebuah fenomena gunung es. Sepertinya masih ada yang salah dengan sistem
pendidikan yang masih kita terapkan sekarang ini. Lebih mengutamakan penguasaan
ilmu sejumlah mata pelajaran yang sudah ditetapkan di dalam kurikulum kita, dibandingkan
dengan pemanfaatan atau aplikasi dari ilmu yang dipelajari tersebut.
Terkesan memang pendidikan kita,
masih berada di taraf hafalan minus penerapan. Sehingga hal itu semakin
membebani anak-anak pembelajar di bangsa ini. Ketika dia paling banyak
menguasai informasi-informasi pengetahuan yang disampaikan oleh guru, maka dia
sudah bisa dipastikan akan menjadi sang juaranya. Kemudian ketika dia paling
tidak suka dengan metode hafalan, niscaya dia akan berada di posisi paling
bontot dalam perengkingan kelas.
Aku sendiripun, pernah mengalami
hal itu. Ketika teman-temanku, mahir dan lancar dalam menghafalkan banyak
informasi atau catatan pembelajaran, niscaya dia pasti berada di urutan
terdepan dalam kelas. Dan aku hanya menjadi orang yang biasa-biasa saja di
dalam kelas. Tidak pintar, tidak bisa juga dibilang bodoh. Artinya kualitas
standar seperti kebanyakan orang alami.
Apa yang dimaksud dengan guru
yang mendidik? Dan apa bedanya dengan guru yang mengajar. Tentu hal ini, sudah
bisa kita pahami bersama dimana letak perbedaannya. Mungkin rekan pembaca tahu,
bahwa guru yang mengajar adalah guru yang hanya mencoba mentransfer knowledge atau pengetahuan doang, tanpa
ada memberikan pemaknaan di dalamnya. Selalu kecenderungannya hanya melihat
hasil tanpa menilai proses yang sedang dikerjakan.
Sedangkan guru yang mendidik
adalah seorang guru yang tentunya selalu suka belajar. Belajar sekaligus
menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi sekarang ini. Belajar untuk
bisa selalu mengupdate pemahaman tentang mata pelajaran yang dibidanginya.
Belajar bagaimana mendidik anak secara tepat dan baik. Dan belajar untuk bisa
mengubahkan sikap perilaku seseorang dari tidak baik menjadi baik, bukan malah
sebaliknya.
Guru yang mendidik adalah guru
yang tidak selalu menyalahkan orang lain, atau situasi kondisi
bagaimanapun sulitnya. Tidak bisa menyalahkan,
ketika si anak tertidur di dalam kelas, atau mungkin berbuat gaduh, sehingga akibatnya
kondisi kelas tidak kondusif untuk proses belajar mengajar. Perlu bagi kita
para guru, untuk bisa melihat dengan jeli dimana letak kesalahannya.
Mungkin ada baiknya kita mempelajari lagi bagaimana
perkembangan anak di masa kekinian. Bagaimana penyampaian materi pembelajaran
dengan tidak bermaksud menggurui mereka.Membiarkan mereka dengan daya kreasi
mereka masing-masing. Jadi seorang guru bisa berfungsi sebagai trigger atau pemicu motivasi anak yang
terdalam untuk bisa menggali lebih jauh lagi.
Kemdian bagi kita, tidak mungkin terus-menerus
menyalahkan sistem kurikulum pembelajaran anak-anak kita di sekolah kita. Perlu
ada strategi yang baru, ketika menjumpai anak bermasalah seperti itu. Bagaimana
cara yang terbaik untuk bisa menolongnya, atau mengubah paradigmanya bahwa apa
yang dilakukannya itu salah. Untuk hal ini seorang guru yang mendidik harus
mengeluarkan tenaga yang ekstra untuk bisa menguasainya.
Sehingga tidak perlu lagi terjadi
di kemudian hari, kasus yang serupa.Penganiayaan kepada guru sehingga akhirnya
meninggal. Tidak ada lagi guru yang mendidik adalah guru yang malang. Seperti
yang sedang dialami oleh Bapak Ahmad Budi Cahyono, pada Kamis (1/2/2018). Perlu
bagi pemerintahan kita, terkhusus kementerian yang terkait menangkap fenomena
ini. Menganalisis dan mengevaluasi sistem pendidikan yang berjalan sekarang
ini.
Bersyukur bahwa Mendikbud sudah
berani mengeluarkan jaminan pendidikan
anak, kepada si anak yang ternyata baru berusia 5 bulan di kandungan.
Seperti yang dilansir oleh kompas.com (3/2/2018). Ketika melakukan kunjungan
bersama Bapak Hamid (Dirjen Disdasmen), ke rumah duka. Dengan mengatakan
kemendikbud sudah menyiapakan mekanisme khusus bagi anak yang akan lahir. Artinya
kemendikbud bukan hanya menangisi atau prihatin dengan kondisi seperti itu,
melainkan harus bertindak langsung untuk
menolong korban dari pendidikan tersebut.
Solusi yang mungkin bisa menjadi
pertimbangan atau perhatian Bapak Menteri, tentang sistem pendidikan yang
berlangsung sekarang ini. Yakni pengurangan sejumlah mata pelajaran wajib yang
harus dipelajari anak-anak didik di bangsa ini. Diusahakan untuk memberikan
lebih kepada pengembangan minat dan bakat para murid secara terpadu dan
tersistem. Sejak SD, SMP dan SMA, hingga bahkan di Perguruan tinggi selalu
terkondisikan minat dan bakat tersebut. Dan mendapatkan porsi yang besar dalam
pengembangannya.
Jangan membuat hal-hal yang baru
dipelajari oleh sang anak tersebut menjadi beban yang harus dipikul setiap
hari. Sehingga seakan-akan tidak ada
lagi kemerdekaan yang bisa dirasakan si anak. Kemudian ketika hal ini yakni
pengurangan porsi atau jumlah mapel yang harus dipelajari oleh si anak bisa
diimplementasikan, mungkin akan mengakibatkan semakin banyaknya guru-guru yang akan memiliki status
non job.
Mencoba kembali untuk meningkatkan marwah-nya
keguruan di bangsa ini. Sebab semakin banyak yang tidak lagi menghormati
profesi guru di akhir-akhir ini. Apalagi ketika status keguruannya masihlah
honorer, ataupun ketika menjadi guru yayasan tidak tetap. Dimana yang namanya
kesejahteraan masih jauh dari genggaman mereka. Artinya mencari solusi yang
tepat untuk meningkatkan kesejahteraan para guru yang ada. Sehingga tidak
nampak lagi perbedaan antara guru yang ASN dan guru yang berstatus honorer
maupun guru swasta.
Ketika hal itu bisa tercapai,
niscaya pesona profesi guru akan semakin menarik. Guru tidak harus lagi mencari
ke kiri dan ke kanan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Guru bisa
maksimal di dalam memberikan pendidikan maupun pengajaran kepada anak didik
kita. Guru bisa berinovasi dalam melakukan sistem pembelajaran yang menarik dan
tentunya up to date.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar