Sungguh menarik tahapan pemilu di hari ini (18/2/2018) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dimana di pagi harinya, adanya deklarasi damai oleh masing-masing calon kandidat untuk pilgub, pilkot dan pilbup. Sedangkan di malam harinya adanya pengundian atau pencabutan nomor oleh masing-masing parpol di Kantor KPU Pusat.
Dimana
sebelumnya, telah ditetapkan ada 14 parpol yang telah dinyatakan lolos
verifikasi faktual, dan dua partai politik yang telah bertarung di periode yang
lalu, dinyatakan gagal. Yaitu Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Kesatuan
dan Persatuan Indonesia (PKPI). Alasan KPU, seperti yang dilansir oleh Temp.co
(17/2/2018), bahwa kepengurusan dan keanggotaan masing-masing di beberapa
daerah tidak memenuhi syarat. PBB bermasalah di kepengurusan yang ada di
Manokwari, sedangkan PKPI bermasalah di Jawa.
Melihat proses
yang digelar KPU hari ini, seperti yang ditayangkan oleh Metro-TV di dalam live
eventnya, semuanya bisa berjalan dengan lancar dan baik. Sempat ada masalah di
dalam pengambilan nomor antri. Bahwa KPU sepertinya kurang siap di dalam membedakan
antara nomor 6 dan 9. Sehingga Ketua Bawaslu harus segera mengecek kembali dan
memastikan mengenai nomor-nomor undian yang ada di dalam wadah pengundian.
Sehingga tampak kekurangsigapan para panitia di dalam menyelenggarakan event di
malam ini (18/2/2018).
Ada beberapa
hal yang menarik yang sempat diutarakan para ketua-ketua umum parpol ataupun
para petingginya. Disela-sela sebelum pengundian dimulai. Yakni Ketua Umum PKB,
Cak Imin, yang ingin nomor urut parpolnya nomor satu, ternyata sesuai dengan
harapannya. Dan beberapa petinggi parpol
lainnya tidak mematok nomor khusus yang diinginkan oleh mereka. Jadi apa yang
didapat, yah, berarti itulah nomor urut yang harus terus mereka sosialisasikan
di masa-masa kampanye ke depannya.
Seperti yang
diumumkan oleh KPU malam ini, bahwa ada 14 parpol yang secara sah dan sudah
memiliki nomor-nomor urut parpol mereka. Yakni 1. PKB, 2. Gerindra, 3. PDIP,
4. Golkar, 5. Nasdem, 6. Garuda, 7.
Berkarya, 8. PKS, 9. Perindo, 10. PPP, 11. PSI, 12. PAN, 13. Hanura, 14. Demokrat.
Sesuai dengan
pengalaman-pengalaman yang lalu bahwa biasanya perjuangan partai baru akan jauh
lebih berat ketimbang dengan parpol lama. Minimal strategi ke-empat partai baru
tersebut, yakni Partai Garuda, Partai Berkarya (partai besutan Anak Suharto,Tommy
Suharto), Perindo dan PSI, haruslah bisa mencapai minimal ambang batas treshold
parlemen, dimana tahun ini sudah dinaikkan menjadi 4 persen. Naik sebesar 0,5
persen dari pemilu periode lalu 2014.
Ketika para
parpol baik yang baru maupun yang lama tidak bisa memenuhi ambang batas
parlemen sebesar 4 persen dari jumlah suara yang sah, jangan mimpi untuk bisa
masuk ke senayan. Artinya mereka harus rela menjadi partai pelengkap dan bukan
partai yang bisa mengambil atau memegang keputusan.
Kemudian para
parpol yang lama, khususnya Nasdem, dan PPP, seperti yang disampaikan oleh
petinggi-petinggi partai tersebut, mimimal mereka bisa mencapai seratus orang
dewan yang bisa duduk di parlemen. Artinya Nasdem harus mencapai tiga kali
lipat dari hasil pemilihan tahun lalu. Dan mereka menyatakan sudah siap untuk
hal itu.
Artinya segala
perjuangan akan dikerahkan oleh masing-masing parpol untuk bisa menembus gedung
Senayan, tempat dimana orang-orang hebat kumpul. Tetapi seperti yang
sudah-sudah, yakni ketika mereka sudah masuk, tidak menunjukkan kinerja yang
baik selama menjabat di kedewanan. Seperti mulai memasang jarak dari masyarakat
dengan memasung hak rakyat dengan tidak boleh mengkritisi mereka. Membuat UU
yang bisa memproses secara hukum baik perorangan atau lembaga yang mulai kritis
terhadap kehormatan sang dewan tersebut.
Kemudian,
melihat kinerja para parpol yang ada sekarang ini sungguhlah ironis. Ketika ada
maunya barulah pura-pura mendekat ke rakyat. Tapi ketika sudah duduk di bangku
yang empuk di parlemen, tidak pernah sekalipun mengunjungi daerah pemilihan
(dapil) dimana dia terpilih. Mungkin di dalam lima tahun itu, paling banyak dia
berkungjung hanya dua kali saja. Yakni ketika sebelum masa pemilihan hingga ke
akan berakhirnya masa jabatan.
Sejumlah masalah
untuk mengutus atau menunjuk para kandidat calon. Dimana para pengurus atau
pimpinan parpol yang harus menagih atau menarik sejumlah uang untuk bisa
menghidupi partai. Karena memang pada kenyataannya, sumber pendapatan partai
tidak ada kecuali mendapatkan jatah anggaran dari yang sudah ditetapkan
pemerintah. Dan nyata-nyata sudah jelas terjadi sewaktu pencalonan Pilgug untuk
Jatim, tapi oleh Bawaslu tidak lagi bisa memprosesnya, sebab orang yang
mengumbar-umbar adanya biaya mahar politik di dalam pencalonannya, tidak berani
melapor ke Bawaslu.
Adanya ongkos
politik yang mahal, sehingga para parpol yang ada sekarang ini, harus memutar
kepalanya dengan keras-keras, bagaimana supaya operasional partai sehari-hari
bisa berjalan. Sehingga ketika kandidat yang sudah diusung tersebut bisa
menang, tak ayal dirinya atau pejabat pemerintah tersebut harus melakukan
praktek korupsi dengan mencoba modus-modus baru supaya tidak bisa dideteksi
atau diendus oleh KPK.
Terutama untuk
parpol yang baru, tidak bisa kita bayangkan sejumlah uang yang harus mereka
keluarkan di dalam mendirikan partai mereka. Harus melakukan sosialisasi
kemana-mana bahkan harus pergi ke seluruh daerah wilayah Indonesia, dimana
biaya operasionalnya belum tentu sedikit untuk bisa pergi kesana. Mengajak
orang untuk mau bersedia menjadi pengurus daerah, dan banyak hal-hal lainnya.
Padahal partainya belum tentu bisa menang. Dan kalaupun bisa menang, para
pengurus kembali akan memutar otak supaya modal
yang dikeluarkan bisa balek ke dirinya lagi. Sehingga arus perputaran
korupsi tidak akan pernah hilang dari tanah kita ini.
Selanjutnya,
banyak cara-cara curang yang dilakukan oleh para parpol yang ada, hanya untuk
bisa mendapatkan simpati dari masyarakat kita. Isu-isu SARA, berita-berita
bohong, dan politik uang, selalu menjadi senjata utama dari para parpol yang
ada maupun para kandidat yang ada untuk bisa menang di dalam pemilihan ini.
Sehingga hal ini bisa menimbulkan perpecahan bagi bangsa dan tanah air kita.
Bukan juga
perjuangan yang dilakukan ketika ada maunya saja, yakni di masa-masa pemilhan
kembali, barulah berupaya menunjukkan kesungguhan hatinya.Tapi jauh dari itu
yang ada hanyalah sebuah kebohongan belaka, dan tentunya tidak disukai oleh
masyarakat.
Dan tentunya
masih banyak pekerjaan-pekerjaan rumah lainnya, dimana para parpol, para
kandidat pejabat,maupun pejabat yang sudah duduk di pemerintahan, harus
benar-benar memikirkan solusi untuk bisa menciptakan kesejahteraan dan
kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Menciptakan negara yang betul-betul
berdaulat, baik pangannya, papannya, tanahnya, lautnya, udaranya, maupun
manusianya betul-betul dikembangkan dengan semaksimal mungkin. Sehingga
akhirnya tercapailah cita-cita bangsa kita.
Penulis adalah
pemerhati masalah sosial dan pengajar di STAK Terpadu PESAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar