Selasa, 06 Februari 2018

Upaya Pak Jokowi Menunjukkan Sepasang Pemimpin Harus Akur





Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa menyelesaikan sebuah masalah tanpa pernah menyerang pribadi dari pada lawannya, melainkan perbuatan itu sendiri yang mengakibatkan masalah tersebut terjadi 

Kita sungguh malu, ketika sudah lama berjuang, mulai dari awal menemukan pasangan, kemudian mengajukan diri menjadi pasangan calon kandidat, kampanye bersama, dan akhinya bisa memenangkan perjuangan di pilkada. Itu semua harus ternodai ketika ribut dengan pasangan sendiri di tengah-tengah masa perjalanan kita memimpin.  

Belum genap dua tahun menjabat, harus cekcok dulu dengan pasangan. Seperti yang dilansir oleh kompas.com (5/2/2018), di bulan Februari 2016 lalu, ada Bupati Kuantan Singingi di Riau , Sukarmis melawan wakilnya, Zulkifli. Kemudian, pada Oktober 2017 lalu, antara Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie dengan wakilnya Udin Hianggio.

Dan yang paling fresh pertengkarannya pada akhir Januari 2018 lalu, yakni Bupati Tolitoli Mohammad Saleh Bantilan melawan wakilnya Abdul Rahman.

Kalau pertengkaran hanya ribut berdua di dalam ruangan, dan hanya empat mata yang hadir, itu mah biasa. Tapi kalau sudah mau main tonjok di depan umum, apalagi di depan bawahan, kemudian di videokan lagi, apa tidak ramai dunia pemerintahan kita. Malu kita Pak.

Tapi sebenarnya yang lebih malu itu, ketika kita kedapatan korupsi sih. Dibandingkan ketika hanya cekcok dengan pasangan. Tapi yang ada sekarang, eh malak terbalik. Yang korupsi masang muka bangga, masang muka baby face, seakan-akan tidak pernah melakukan salah. Kemudian ucapin minta maaf kepada warga. Tapi ada juga itu, pemimpin yang sudah dinyatakan tersangkapun, merasa badai akan segera berlalu. Moga-moga ketersangkaan itu adalah kekeliruan semata penegak hukum. 

Kemudian, bagaimana bisa mau membangun daerah jika kerjanya ribut mulu dengan pasangan. Bagaimana bisa menyelesaikan suatu masalah yang kerap terjadi, tapi yang ada hanya diam-diaman dengan pasangan. Sehingga keluar ungkapan berikut, : “Kerjakan kerjamu, kukerjakan kerjaku, selesai perkara.”

Bapak Thahyo Kumolo, memang tidak bisa menampik bahwa posisi kepala daerah dengan latar belakang politik yang beda, bisa sewaktu-waktu menimbulkan konflik. Apalagi kalau mau maju di pilkada berikutnya, harus memilih antara mau tetap bersama atau bercerai.  

Beliau akhirnya menyimpulkan bahwa pilkada (pemilihan kepala daerah), belum bisa menghasilkan pemimpin dengan kualitas negarawan. Dan kalaupun ada, jumlahnya hanya beberapa.

Sosok Seorang Jokowi

Lihat itu pemimpin tertinggi kita di pemerintahan. Coba belajar dari beliau, bagaimana memimpin yang sebenarnya. Meskipun di protes langsung oleh mahasiswa tambun di acara-acara resmi, dengan membawa isu-isu yang mau basi, Bapak kita ini, tetap merasa santai aja tuh. 

Selanjutnya lihat bagaimana beliau membangun hubungan yang harmonis dengan wakilnya. Sengaja datang, tanpa ada janji sebelumnya. Hari ini (6/2/2018) bisa kita baca beritanya di media-media manapun. Bapak kita ini,  bisa membangun hubungan yang hangat. Menyantap makanan yang disajikan oleh nyonya tuan rumah di istananya, membahas sejumlah isu-isu penting yang harus diperjuangkan kedepannya dan hal itu harus segera terealisasi.

Yang lebih hebatnya lagi, tidak pernah merasa takut dengan yang namanya ancaman terorisme. Meskipun sudah tahu bahwa tempat yang dikunjunginya adalah tempat yang paling berbahaya untuk keselamatan. Tapi yang namanya membangun hubungan yang baik, dan juga menunjukkan rasa sopan yang luar biasa dengan membalas kunjungan sebelumnya dari pemimpin tersebut, beliau tetap nekat untuk mendarat dan ngobrol bersama. 

Suara tembakan, suara bom, itu mah biasa. Yang penting bahwa beliau tahu, Allah itu pasti menjaga orang-orang yang dikasihiNya. Juga memampukan orang yang menjaga supaya tetap waspada selalu dengan ancaman yang mengancam.  

Harapan kedepan 

Bagaimana nantinya yah, hasil pemilu di tahun ini? Apakah akan menghasilkan pemimpin yang mesra diawalnya, tapi di tengah jalan harus cekcok? Atau sebaliknya, menghasilkan pemimpin yang terpilih, dimana kualitasnya menunjukkan seorang pemimpin negarawan sejati. Sehingga kesimpulan Bapak Thahyo Kumolo yang tadi bisa disalahkan dan tidak benar.

Harapannya pemimpin yang terbaiklah yang terpilih. Apalagi kalau yang terpilih tersebut memiliki kualitas yang hampir sama dengan Bapak Jokowi, niscaya bangsa kita tidak lama lagi, akan menjadi bangsa yang besar, yang bisa mengalahkan tetangga kita seperti Malaysia maupun Singapura, bahkan negara sekelas Cina sekalipun maupun Amerika, bisa kita hantam dan kalahkan. 

Terakhir, mari bersikaplah dewasa para pemimpin kami. Pimpinlah kami dengan teladanmu. Sebab kami percaya, bahwa tidak ada seorangpun pemimpin yang tidak dipilih oleh Allah. Artinya Bapak atau Ibu ketika memenangkan pilkada, bahwa itu adalah pilihan dari Allah sendiri. Mohon diingat Pak.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...