Pemimpin yang
baik adalah pemimpin yang bisa menyelesaikan sebuah masalah tanpa pernah
menyerang pribadi dari pada lawannya, melainkan perbuatan itu sendiri yang
mengakibatkan masalah tersebut terjadi
Kita sungguh
malu, ketika sudah lama berjuang, mulai dari awal menemukan pasangan, kemudian
mengajukan diri menjadi pasangan calon kandidat, kampanye bersama, dan akhinya
bisa memenangkan perjuangan di pilkada. Itu semua harus ternodai ketika ribut
dengan pasangan sendiri di tengah-tengah masa perjalanan kita memimpin.
Belum genap
dua tahun menjabat, harus cekcok dulu dengan pasangan. Seperti yang dilansir
oleh kompas.com (5/2/2018), di bulan Februari 2016 lalu, ada Bupati Kuantan
Singingi di Riau , Sukarmis melawan wakilnya, Zulkifli. Kemudian, pada Oktober
2017 lalu, antara Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie dengan wakilnya
Udin Hianggio.
Dan yang
paling fresh pertengkarannya pada akhir Januari 2018 lalu, yakni Bupati
Tolitoli Mohammad Saleh Bantilan melawan wakilnya Abdul Rahman.
Kalau
pertengkaran hanya ribut berdua di dalam ruangan, dan hanya empat mata yang
hadir, itu mah biasa. Tapi kalau sudah mau main tonjok di depan umum, apalagi
di depan bawahan, kemudian di videokan lagi, apa tidak ramai dunia pemerintahan
kita. Malu kita Pak.
Tapi
sebenarnya yang lebih malu itu, ketika kita kedapatan korupsi sih. Dibandingkan
ketika hanya cekcok dengan pasangan. Tapi yang ada sekarang, eh malak terbalik.
Yang korupsi masang muka bangga, masang muka baby face, seakan-akan tidak pernah melakukan salah. Kemudian
ucapin minta maaf kepada warga. Tapi ada juga itu, pemimpin yang sudah
dinyatakan tersangkapun, merasa badai akan segera berlalu. Moga-moga
ketersangkaan itu adalah kekeliruan semata penegak hukum.
Kemudian, bagaimana
bisa mau membangun daerah jika kerjanya ribut mulu dengan pasangan. Bagaimana
bisa menyelesaikan suatu masalah yang kerap terjadi, tapi yang ada hanya diam-diaman
dengan pasangan. Sehingga keluar ungkapan berikut, : “Kerjakan kerjamu, kukerjakan
kerjaku, selesai perkara.”
Bapak Thahyo
Kumolo, memang tidak bisa menampik bahwa posisi kepala daerah dengan latar
belakang politik yang beda, bisa sewaktu-waktu menimbulkan konflik. Apalagi
kalau mau maju di pilkada berikutnya, harus memilih antara mau tetap bersama
atau bercerai.
Beliau
akhirnya menyimpulkan bahwa pilkada (pemilihan kepala daerah), belum bisa
menghasilkan pemimpin dengan kualitas negarawan. Dan kalaupun ada, jumlahnya
hanya beberapa.
Sosok Seorang Jokowi
Lihat itu
pemimpin tertinggi kita di pemerintahan. Coba belajar dari beliau, bagaimana
memimpin yang sebenarnya. Meskipun di protes langsung oleh mahasiswa tambun di
acara-acara resmi, dengan membawa isu-isu yang mau basi, Bapak kita ini, tetap
merasa santai aja tuh.
Selanjutnya
lihat bagaimana beliau membangun hubungan yang harmonis dengan wakilnya.
Sengaja datang, tanpa ada janji sebelumnya. Hari ini (6/2/2018) bisa kita baca
beritanya di media-media manapun. Bapak kita ini, bisa membangun hubungan yang hangat. Menyantap
makanan yang disajikan oleh nyonya tuan rumah di istananya, membahas sejumlah
isu-isu penting yang harus diperjuangkan kedepannya dan hal itu harus segera
terealisasi.
Yang lebih
hebatnya lagi, tidak pernah merasa takut dengan yang namanya ancaman terorisme.
Meskipun sudah tahu bahwa tempat yang dikunjunginya adalah tempat yang paling
berbahaya untuk keselamatan. Tapi yang namanya membangun hubungan yang baik,
dan juga menunjukkan rasa sopan yang luar biasa dengan membalas kunjungan sebelumnya
dari pemimpin tersebut, beliau tetap nekat untuk mendarat dan ngobrol bersama.
Suara
tembakan, suara bom, itu mah biasa. Yang penting bahwa beliau tahu, Allah itu
pasti menjaga orang-orang yang dikasihiNya. Juga memampukan orang yang menjaga
supaya tetap waspada selalu dengan ancaman yang mengancam.
Harapan kedepan
Bagaimana
nantinya yah, hasil pemilu di tahun ini? Apakah akan menghasilkan pemimpin yang
mesra diawalnya, tapi di tengah jalan harus cekcok? Atau sebaliknya, menghasilkan
pemimpin yang terpilih, dimana kualitasnya menunjukkan seorang pemimpin
negarawan sejati. Sehingga kesimpulan Bapak Thahyo Kumolo yang tadi bisa
disalahkan dan tidak benar.
Harapannya pemimpin
yang terbaiklah yang terpilih. Apalagi kalau yang terpilih tersebut memiliki
kualitas yang hampir sama dengan Bapak Jokowi, niscaya bangsa kita tidak lama
lagi, akan menjadi bangsa yang besar, yang bisa mengalahkan tetangga kita seperti
Malaysia maupun Singapura, bahkan negara sekelas Cina sekalipun maupun Amerika,
bisa kita hantam dan kalahkan.
Terakhir, mari
bersikaplah dewasa para pemimpin kami. Pimpinlah kami dengan teladanmu. Sebab
kami percaya, bahwa tidak ada seorangpun pemimpin yang tidak dipilih oleh
Allah. Artinya Bapak atau Ibu ketika memenangkan pilkada, bahwa itu adalah
pilihan dari Allah sendiri. Mohon diingat Pak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar