Kamis, 08 Februari 2018

Apakah KPK Berada di Ujung Tanduk Melawan Korupsi di Indonesia?





Tulisan ini hanyalah sebuah analisis dari seorang awam, yang ingin mencoba melihat proses hukum yang sedang dicoba diacak-acak di bangsa ini. Terutama masalah hak angket oleh DPR kepada sebuah lembaga independen, tapi yang oleh keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) pada sidang putusan kemarin (8/2/2018), menyatakan bahwa Hak Angket KPK dinyatakan sah berdasarkan hukum. Seperti yang dilansir oleh kompas.com.

Perjuangan KPK di dalam menegakkan perjuangan melawan korupsi di bangsa ini, sekarang harus lebih berhati-hati lagi pasca ditolaknya permohonan mereka kepada MK. Harapannya supaya MK bisa membatalkan rencana DPR di dalam memberikan Hak Angket kepada KPK. Sebab KPK bukan termasuk unsur eksekutif sehingga berhak dijadikan objek pelaksana dari Hak Angket oleh DPR. Tapi ternyata, perjuangan mereka harus berujung kepada sebuah kekalahan telak, setelah MK menyatakan sah atas hal itu.

MK didalam pertimbangannya menilai bahwa KPK adalah lembaga penunjang pemerintah yang dibentuk berdasarkan Undang Undang. Dengan demikian, KPK adalah lembaga eksekutif.
Didalam putusannya, Ketua MK, Arief Hidayat, membacakan putusan tersebut, “KPK merupakan lembaga di ranah eksekutif yang melaksanakan fungsi eksekutif yakni penyidikan dan penuntutan. DPR berhak meminta tanggung jawab KPK,”

Namun demikian dari sembilan hakim, ada empat hakim yang menyatakan dissenting opinion atau perbedaan pendapat atas putusan ini. Mereka adalah Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra dan Suhartoyo.

Mari kita melihat sebentar awal mula bergulirnya hak angket yang dikeluarkan oleh DPR kepada KPK. Diawali dengan penolakan KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan Miryam S. Hariyani kepada DPR. Kemudian masalah pengelolaan anggaran yang kurang tepat, adanya indikasi penyelewengan anggaran. Ketiga, terdapat dugaan ketidakcermatan dan ketidakhati-hatian dalam penyampaian keterangan dalam proses hukum maupun komunikasi publik, termasuk dugaan pembocoran informasi ke media tertentu sehingga beredar nama yang kebenarannya belum dikonfirmasikan ke yang bersangkutan. Hingga adanya laporan informasi tentang perpecahan di internal KPK sendiri (Kasus Aris Budiman-Kepala Penyidik KPK dengan Novel Baswedan). Seperti yang dilansir news.detik.com (28 April 2017).

Kemudian usulan hak angket KPK itu disahkan melalui rapat paripurna DPR pada Jumat, 28 April 2017. Meskipun dihujani oleh banyaknya interupsi, tapi Fahri Hamzah selaku pemimpin rapat kala itu, akhirnya mengetuk palu untuk segera menerbitkan hak angket KPK. Ini merupakan langkah awal Setnov didalam mencegah korupsi e-ktp menyasar dirinya. Setnov tidak memimpin rapat, supaya tidak ada anggapan bahwa dirinya yang paling ngotot untuk upaya pelaksanaan hak angket KPK.

Anggota pansus hak angket KPK pun bekerja mencari segala bukti-bukti keteledoran KPK, bahkan sampai menjumpai para napi koruptor di lapas Sukamiskin. Memanggil Ketua KPK, tapi dibeberapa kesempatan tidak menghadiri panggilan tersebut dengan alasan menunggu hasil keputusan MK akan hal itu. Melaksanakan beberapa sidang paripurna untuk segera memperpanjang masa kerja Hak Angket. Tapi sejak putusan MK pada Kamis, 8/2/2018, akhirnya MK  menyatakan menolak bahwa Hak Angket kepada KPK itu tidak sah.

Meskipun adanya peristiwa Ketua MK menemui pimpinanan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, seperti yang dilansir oleh Kompas.com (8/2/2018), namun hal itu dianggap oleh Dewan Etik MK sebagai sebuah pelanggaran ringan. Pak Arif tidak terbukti melakukan lobi-lobi politik sebelum menyahkan bahwa Hak Angket tersebut sudah benar. Dikatakan pelanggaran ringan hanya karena tidak menggunakan undangan resmi oleh MK, tapi pertemuan terjadi hanya karena adanya telepon dari yang terkait.

Melihat Rekomendasi Pansus Angket.

Adapun rekomendasi yang paling krusial pada saat ini adalah tentang perlu tidaknya badan pengawas dan apakah perlu untuk membuat rancangan undang-undang tentang penyadapan. Seperti yang dilansir oleh Kompas.com (1/2/2018) lalu, Ketua DPR menyatakan bahwa perlunya Badan Pengawas (Banwas) untuk bisa mengawasi kinerjanya KPK. Tidak cukup hanya Dewan Etik.

"Dewan Etik kan untuk masalah yang kalau ada pelanggaran masuknya ke etik. Beda dengan Dewas (Dewan Pengawas)," kata Bamsoet, sapaannya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/2/2018).

Kemudian oleh Ketua Pansus Hak Angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, dalam rekomendasinya Pansus bakal memperkuat fungsi pencegahan lembaga antirasuah tersebut. Kemudian katanya akan membatalkan rencana pembentukan badan pengawas. Seperti yang dilansir Kompas.com (6/2/2018).

"Kami sepakat untuk upaya pencegahan terutama, bagaimana menciptakan orang itu malu untuk berbuat korupsi. Itu perlu ada upaya sistemik dan masif di publik," kata Agun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2018).

Agun juga melihat bahwa selama ini porsi anggaran untuk KPK di sektor pencegahan masih minim. Oleh karena itu beliau memandang perlunya dana anggaran dalam pencegahan. Sebab selama ini upaya pencegahan lebih banyak menggunakan dana hibah diluar APBN. Padahal seharusnya negara harus hadir di dalam menyokong KPK terutama dalam hal pendanaan untuk melakukan pencegahan.

Melihat Langkah KPK Berikutnya

Sejak keluarnya putusan MK seperti itu, meskipun kecewa tapi KPK tetap tegar dan menghormati putusan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (8/2/2018).

"Kami akan membaca dan melakukan analisis lebih detail, tentu saja lebih dalam terkait dengan putusan tersebut, dan sejauh mana konsekuensi-konsekuensinya terhadap kelembagaan KPK akan dibahas terlebih dahulu di internal,"

Setelah melakukan hal itu di tingkat internal, barulah KPK akan menentukan sikapnya bagaimana di dalam menghadapi segala kemungkinan yang ada. Bahkan kemungkinan yang terburuk sekalipun.
Apakah KPK akan berada di ujung tanduk di dalam upaya melawan korupsi di Indonesia. Padahal sudah banyak kasus yang memang telah melibatkan para pejabat, baik itu dari eksekutif, legislatif bahkan di tingkat yudikatif. Sebab tidak ada institusi, lembaga atau pemerintahan yang terbebas dari kasus korupsi.

Tepat waktunya MK di dalam memutuskan hak angket ini, menjadi angin segar bagi Komisi III DPR, sebab hal itu nantinya akan menjadi keputusan yang berkekuatan hukum tetap. Dan semuanya akan terungkap pada sidang paripurna DPR pada tanggal 12 Februari 2018 yang akan datang. Apakah yang akan menjadi putusan mereka di dalam hak angket KPK? Konsistenkah hanya akan memperkuat upaya pencegahan tanpa mengutak-atik bidang yudisial KPK, yakni di dalam penyadapan, penyelidikan, dan penindakan terhadap kejahatan korupsi. Mari kita lihat bersama.

Perubahan motif dan semangat Hak Angket diawal hingga perubahan rekomendasi pansus telah mewarnai upaya KPK di dalam menindak kasus korupsi di bangsa ini. Dan perubahan itu tidak terlepas dari telah disidangkannya Setnov pada kasus e-KTP. Hal ini patut menjadi perhatian kita bersama.

Terakhir semoga benarlah adanya tindakan DPR didalam memberikan Hak Angket tersebut untuk menguatkan KPK dan bukan malah sebaliknya.   

1 komentar:

  1. Mainkan Sabung Ayam S128 dan SV388 Dengan Kualitas Terbaik bersama Winning303..
    Kemenangan 100% di Pasti di Bayar!!

    Bonus New Member Slot 15%
    Bonus New Member Poker 10%
    Bonus New Member Sabung Ayam 10%
    Bonus New Member Sportsbook & Live Casino 20%
    Bonus Deposit 10% Setiap Hari
    Bonus Deposit 10% Slot Setiap Hari
    Bonus Deposit Sabung Ayam 5%
    Bonus Cashback 5-10%
    Bonus 100% 7x Kemenangan Beruntun Sabung Ayam
    Diskon Togel Hingga 65%
    Bonus Rollingan Slot 1%
    Bonus Rollingan Poker dan Live Casino 0.5%

    Hubungi Segera:
    WA: 087785425244
    Cs 24 Jam Online

    BalasHapus

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...