Tulisan ini
sebagai tanggapan terhadap tulisan Tony Rosyid yang diterbitkan di indopos
(1/2/2018). Di dalam tulisannya seakan-akan Habib Riziek adalah tokoh sentral
dalam kemenangan Jokowi nantinya di tahun 2019 nanti. Ketika 212 akhirnya
memberikan dukungannya kepada Jokowi, para pesaingnyapun tidak akan ada artinya
apa-apa.
Memberikan
sejumlah masukan kepada Presiden Jokowi bagaimana mendapatkan dukungan dari 212
dan Habib Rizieq adalah kuncinya. Adapun
masukannya yaitu pertama, terbitkan SP3 bagi Habib Rizieq.
Kedua, rehabilitasi nama Rizieq. Ketiga, pasangan ini tidak lagi diusung PDIP.
Keempat, Luhut Binsar Panjaitan dan seluruh krunya dikeluarkan dari istana,
lalu diganti tokoh-tokoh yang merepresentasikan umat. Kelima, diadakan
restrukturisasi jabatan-jabatan strategis seperti BIN, kepolisian dan
kejaksaan. Sebab, semua unsur di ataslah yang dicurigai ikut meramaikan
perseteruan Jokowi dengan kelompok ABJ dibawah asuhan Habib Rizieq.
Asumsi beliau berlaku
jika tidak lagi mendapatkan dukungan dari PDI P, partai-partai koalisi tidak
lagi mendukung dan beralih ke figur rising
star yang baru, serta ketika
mandeknya elektabilitasnya Jokowi di awal tahun 2019.
Memang tidak
bisa dipungkiri, di dalam politik Indonesia yang begitu sangat cairnya,sehingga
sangat sulit membedakan mana lawan dan mana kawan. Bisa saja hari ini menjadi
kawan, besoknya berubah menjadi lawan politik. Dan semuanya serba tidak pasti.
Contohnya saja
sang Gubernur Sumatera Utara, Tengku Ery Nuradi, pada awalnya mendapatkan
sejumlah dukungan parpol, yakni Nasdem, Golkar, Pan, PKS, dan lainnya, akhirnya
satu-satu persatu kembali menarik dukungannya kepada sang calon Petahana.
Memberikan kepada kandidat Rising Star yang
baru, Mantan Pangkostrad Edy Rahmayadi.
Akankah Jokowi
mengalami nasib yang sama seperti Sang Gubernur Sumut sekarang? Saya kira hal itu tidak mungkin terjadi. Secara
kualitas kepemimpinan Jokowi selama kurang lebih 3 tahun ini, menunjukkan hasil
yang sangat memuaskan dan sangat baik. Berdasarkan beberapa survei , seperti
yang dilansir oleh Tribunnews.com (28/12/2017), CSIS menemukan sebesar 68,3
persen puas atas pemerintahannya Jokowi-JK,
Lembaga Indikator Politik Indonesia juga menemukan hal yang sama yakni
68,3 persen. Kemudian indikator lagi
merilis bahwa kemampuan Jokowi dalam memimpin Indonesia sebanyak 72,6 persen
masyarakat puas.
Populi Center
mencatat sebesar 62 persen dan dikatakan lagi bahwa topik pembangunan yang menjadi
dasar kepuasan masyarakat. Poltracking Indonesia pada tanggal 26 November lalu
merilis angka kepuasan tersebut sebesar 68 persen. Dan yang paling besar
angkanya yakni dari Lembaga Polmark Indonesia mencatatat sebesar 75,8 persen.
Dan kesimpulanya angka-angka kepuasan masyarakat tersebut akan terus naik dari
tahun ke tahunnya.
Tidak akan
mengalami nasib yang sama seperti Bapak Edi Nuradi, melihat bahwa Partai PDI P
adalah partai yang begitu getol dalam mendukung kader-kadernya sendiri untuk
menjadi seorang pemimpin. Partai yang dengan teguh menerapkan dan
memperjuangkan Pancasila sebagai dasar negara dan dasar dalam mengambil segala kebijakannya.
Partai PDI Perjuangan bukanlah partai abal-abal apalagi memilki sikap pragmatis
dalam mengambil keputusannya.
Hal itu dibuktikan dari Jokowi
yang sudah sukses mengembangkan kepemimpinannya. Segala hal yang dicurigai dan hembuskan
beritanya di ajang pilpres yang lalu, bahwa Jokowi adalah boneka dari Megawati,
Jokowi hanyalah suruhan atau bawahannya Megawati, tapi segala intrik dan
tuduhan tersebut sangatlah tidaklah terbukti. Buktinya sekarang Bapak Jokowi
bisa dengan tenang bertindak dan bersikap di dalam memimpin bangsa ini. Segala
kebijakannya tidak pernah terintimidasi oleh Partai PDI P maupun Megawati. Dan
arah kegerakan pembangunan yang sudah dikerjakan Bapak Jokowi jelas, dan
terukur.
Pembangunan infrastruktur bisa
kita rasakan bersama-sama. Jalan-jalan tol dibangun secara massif,mulai dari
Barat Sumatera hingga Timur Papua, mulai merasakan dampak dari pembangunan
jalan tersebut. Hal itu dilakukan untuk segera mewujudkan konektivitas di
seluruh wilayah Indonesia.
Bahkan lautpun sudah sangat
diberdayakan. Padahal negeri ini sudah lama memunggungi laut, dan potensinya
sangat tidak dimanfaatkan.Baru dalam pemerintahan Bapak Jokowi, segala potensi
laut mulai dan sudah dimaksimalkan. Mulai dari ekspor Ikan, hingga pelancaran
arus barang dan orang sudah sangat baik. Melalui pembangunan pelabuhan laut di beberapa wilayah Indonesia guna mewujudkan
konektivitas laut. Pembangunan pelabuhan laut yang sistematik dengan menggunakan teknologi
canggih,sehingga sistem dwelling time yang biasanya memakan
waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, sekarang dalam hitungan hari
segala komoditas di pelabuhan bisa terurai dan sistem penyebarannya bisa dengan
cepat.
Pembangunan waduk maupun bendungan
dengan kapasitas jutaan barel seperti di
Jati luhur, dan beberapa wilayah di Indonesia guna mewujudkan pemberdayaan pertanian kita semakin baik dan maksimal. Dan tentunya
masih banyak hal lainnya yang sedang diupayakan Bapak kita ini.
Fenomena dan Dampak Pemilihan DKI
Memang tidak
bisa dipungkiri, bahwa faktor agama menjadi sangat dominan di dalam pemilihan
DKI. Kemudian pamornya Habib Rizieq yang semakin bersinar akibat menjadi
menjadi pencetus gerakan 212 di dalam kasus Ahok kemarin. Perjuangannya
berhasil bahkan kandidat yang didukungnya berhasil melanggeng ke Balai Kota.
Perjuangannya danggap sebagai pelindung maupun penyelamat agama yang
diimaninya. Bahkan sempat diviralkan bahwa beliau adalah keturunan Nabi
Muhammad SAW ke-38, tapi ternyata hanya Hoax semata. Hal itu Diberitakan oleh
Dakwahmedia.co, (21/1/2018). Tapi kemudian mereka meminta maaf atas berita hoax
tersebut (26/1/2018).
Kemudian semakin
santer isu-isu untuk mendegradasi elektabilitas Jokowi.Mulai dari Isu PKI,
keturunan Cina yang beragama Katolik, kebijakan Jokowi yang selalu dianggap
bukan pro umat. Kemudian mempolitisir utang negara, yang dianggap semakin
memperparah jumlah utang Indonesia. Padahal jelas peruntukannya semua untuk
pembangunan infrastruktur di bangsa kita. Daripada perunjukannya untuk
memsubsidi ke hal-hal konsumtif, seperti subsidi BBM, oleh Bapak Jokowi, hal
itu telah ditiadakan, dan mengalihkannya ke sektor produktif.
Selanjutnya
istilah Asal Bukan Jokowi (ABJ) semakin dipopulerkan. Ingin mengulang kesuksan
di DKI dulu, istilah Asal Bukan Ahok (ABA) yang sudah mengena ke hati sebagian warga
Jakarta, akibat massifnya penggunaan istilah itu.
Terakhir
perlukah dukungan 212 untuk kesuksesan Jokowi nantinya di tahun 2019? Saya kira
tidak perlu, asal pemerintahan Bapak Jokowi, konsisten menunjukkan hasil yang
maksimal dalam pembangunan, sistem pemerintahan dan seluruh kementerian
betul-betul menunjukkan kinerja dan hasil yang bisa dirasakan masyarakat. Dan
tak lupa untuk terus menangkis segala isu-isu miring tersebut, dengan
pemberitaan yang sesuai fakta.
Juga kita
sebagai masyarakat yang sudah merasa puas dengan kinerjanya dan pembangunan
yang sudah dilakukan, mari mendukung terus upaya yang sedang dikerjakan Jokowi.
Bapak Jokowi tidak bisa sendiri dalam berjuang, beliau butuh kita di dalam menyukseskan kepemimpinan beliau di
periode kedua.
Saaran untuk
teman-teman di 212, kalau memang posisi dan kedudukannya Habib Rizieq memang
sehebat yang diberitakan atau dituliskan oleh saudara Tony Rosyid,mengapa tidak
memikirkan membentuk partai yang baru? Teruskan aja pikiran dan rencana yang
sempat diutarakan ke publik, bahwa 212 akan menjadi sebuah parpol baru. Biar fair atau adil pertarungan di pemilihan
yang akan diselenggarakan.
Sekian dan
terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar