Senin, 05 Februari 2018

Banjir Banjir Banjir, Indonesia Butuh Banjir Kasih Bukan Banjir Air





Hari ini (5/2/2018) banjir telah melanda di Bogor. Bahkan curahannya telah mencapai Jakarta dan sudah menenggelamkan Jakarta. Berdasarkan pantauan detik.news.com (pukul 23 :20) bahwa banjir sudah sepinggang di Kebon  Manggis  Matraman, Jakarta Timur.

“Air mulai naik sekitar 18.00 Wib. Sampai 20.00 WIB tinggi air sudah sampai betis. Sekarang air sampai sepinggang orang dewasa,” kata Lukman saat dihubungi, Senn (5/2/2018) pukul 23.00 WIB.
Air yang terus naik membuat sejumlah warga  dievakuasi dari tempat tinggal mereka. Tapi sebagian warga enggan untuk dievakuasi dan tetap memilih bertahan di rumah mereka.

Status Bendung Katulampa, Bogor, Jawa Barat, malam ini (22.57), seperti yang dilaporkan petugas jaga Bendung Katulampa, Andi Sudirman, saat dihubungin detikcom,sudah mulai turun menjadi siaga IV. Ketinggian air sudah 80 cm.

Beliau menyatakan bahwa banjir kali ini, lebih parah jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dimana Siaga I dengan ketinggian air mencapai 240 cm  bisa terjadi selama tiga jam, tepatnya dari pukul 08.30 WIB hingga 11.00 WIB. Padahal sebelumnya, angka ketinggian air tersebut belum pernah mencapai seperti itu, dan biasanya juga durasinya tidak lebih lebih dari 15 menit. 

Bersyukurnya lagi laut Jakarta, tidak dalam kondisi naik pasang. Sehingga air kiriman dari Bogor bisa langsung terbuang ke laut dan pompa-pompa yang sudah disediakan tentunya bisa bekerja dengan maksimal. 

Meskipun demikian, seperti yang dilansir oleh inews.id (5/2/2018) pada pukul23:20, bahwa ketinggian air di Kawasan Bidara Cina dan Pejaten Timur sudah mencapai tiga meter. Sementara di Rawa Jati berangsur naik mencapai dua meter. 

Dampak lainnya di Jakarta, yakni hingga malam hari, penumpang KRL (Kereta Rel Listrik) terus menumpuk, akibat adanya gangguan Listrik Aliran Atas (LAA). Kemudian sampah, seperti yang diberitakan detiknews.com (6/2/2018), melalui Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang hingga kini masih mengangkut sampah yang terbawa arus Sungai Ciliwung. Dinyatakan bahwa sudah terangkat sekitar 700 ton sampah. Smpah-sampah tersebut diangkut dari tiga titik, yaitu Manggarai, Kampung Melayu dan Seasons City Tambora. 

Kemudian dampak di Bogor sendiri, yakni di Kawasan Puncak, Bahu Jalan di Puncak ambrol, tanah longsor 15 meter ke jurang. Kemudian ada 7 rumah dan sebuah hotel di Megamendung Bogor rusak akibat longsor. Longsor yang terjadi di Cijeruk Bogor juga, hingga saat ini, berdasarkan kompas.com (5/2/2018), 5 orang belum ditemukan dan tujuh orang mengalami luka-luka. Di lokasi tersebut juga didapati terputusnya jalur kereta api jurusan Bogor-Sukabumi akibat dari tanah yang ambles sepanjang 40 meter. Tiga rumah warga juga ikut terkena dampak longsor tersebut.

Banjir juga melanda sejumlah titik di Kota Bogor. Seperti di Kampung Pangkalan Jambu Dua,Kampung Bebek, Kampung Katulampa. Berdasarkan pengakuan warga Kampung Katulampa Bogor, bahwa biasanya banjir sebentar langsung surut lagi, ini kok lama.

Mungkin itu sejumlah data dan fakta akibat banjir yang melanda. Banjir yang mengakibatkan longsor. Akibatnya mendatangkan kerugian yang besar bagi masyarakat. Bukan hanya waktu, tenaga dan pikiranpun akan terkuras karena hal itu. 

Itu baru kejadian hari ini. Jauh sebelumnya dan mungkin di waktu yang akan datang peristiwa banjir dan longsor akan terus terjadi. Bukan hanya wilayah Bogor dan Jakarta. Sudah hampir merata di seluruh wilayah kota maupun kabupaten yang ada di Indonesia, terancam dengan bahaya yang satu ini. 

Kesimpulannya, jika kepala daerahnya, hanya santai-santai saja, tidak memperdulikan bagaimana kawasan wilayah yang ia pimpin, maka bahaya banjir bisa lebih parah lagi dari sebelum-sebelumnya yang sudah pernah terjadi. Apalagi sibuknya ‘tuk malingin uang rakyat, baik itu kegunaannya untuk modal usaha menjadi  calon lagi, maupun untuk mengamankan posisi keuangan daerah supaya dianggap normal dan biasa. Maka upaya korupsipun terus dilakukan. Seperti yang baru-baru ini, diawal tahun 2018, sudah dua kepala daerah dinyatakan sebagai tersangka, yakni Gubernur Jambi, maupun Bupati Bantul.    

Selanjutnya ketika melihat situasi dan keadaan bangsa, baik itu melalui pemberitaan TV maupun media online maupun cetak, kondisi kemanusiaan kita semakin tergerus. Buruknya etika maupun moral warga bangsa ini sudah menunjukkan angka-angka yang cukup memprihatinkan. Mulai dari penganiayaan murid kepada gurunya, seorang ibu yang dengan tega menganiaya bayinya hingga meninggal, seorang ayah yang dengan penuh kesadaran telah menghamili anak tirinya, dan banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi, mencerminkan bahwa cinta kasih itu, sepertinya sudah tidak ada lagi. 

Rasa mengasihi satu sama lain, rasa menghormati dan patuh kepada aturan dan hukum seharusnya itulah yang menjadi pegangan kita di dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Bukannya malah  ingin menang sendiri dan abai terhadap orang lain, memuaskan rasa tamak dan rakus yang berlebihan, maupun  memiliki gaya hidup yang serba hedonisme.  

Oleh karena itu, bangsa kita saat ini, lebih membutuhkan banjir kasih. Bukannya banjir bandang, yang merugikan seluruh aspek sendi kehidupan kita. Catat itu. 

Bagaimana caranya? Milikilah kasih tersebut lebih dahulu. Yakni kasih kepada Tuhan, kasih kepada sesama, serta kasih kepada lingkungan. Sebab ketika kita sudah memiliki kasih tersebut, niscaya bangsa kita akan semakin lebih cepat geraknya. Baik itu kesejahteraannya, rasa adil dan makmur seluruh warganya. Seperti kata Bapak Anies, maju kotanya, bahagia warganya. Bukankah begitu....

Implementasi Banjir Kasih

Kasih kepada Tuhan terjadi, ketika kita bisa bergaul erat dengan-Nya. Melalui membaca dan dengar-dengaran dengan Perkataan-Nya yang tertulis di kitab suci. Kemudian melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Tidak mengutip sepotong-sepotong ayat tanpa mengerti latar belakang, maksud dan tujuannya. Hal itu akan menghindarkan kita dari sombong rohani. Apalagi mendiskreditkan agama atau kepercayaan orang lain.

Kasih kepada manusia, bisa terjadi ketika kita bisa mengasihi diri kita terlebih dahulu. Sebab bagaimana mungkin kita bisa mengasihi orang lain, sementara diri kitapun tidak kita kasihi, atau tidak kita cintai. Selalu miliki gaya hidup yang sehat dengan tidak merusak diri kita dengan narkoba, maupun dengan pergaulan yang salah.  

Kemudian kasih kepada lingkungan, akan mendorong kita menciptakan keselasaran alam. Tidak menebang pohon atau mengeksploitasi hutan secara massif dan  berlebihan. Dimana hal itu akan bisa mencegah banjir maupun longsor.

Terakhir banjir kasih bisa tercipta ketika setiap kita, warga bangsa Indonesia, sudah memiliki dan melakukan kasih itu. Oleh karena itu, mari berlomba-lomba dalam sikap mengasihi ini. Hal ini jauh lebih menguntungkan dibandingkan banjir bandang yang sangat merugikan dan membuat kita menderita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...