Rabu, 07 Februari 2018

Melihat Peran Tiga Generasi, Zaavit Versus Duo Silaban (Tigor, dan Friedrich)



 
Zaavit seharusnya berkaca dulu sebelum melayangkan kartu kuning kepada Bapak Jokowi pada saat Dies Natalis BEM UI kemarin di Depok.Disamping karena kebutaannya akan kondisi lapangan di Papua, kedua sebagai seorang mahasiswa itu, seharusnya lebih banyak belajar, menggali fakta-fakta dan sejumlah informasi. Sebelum akhirnya Anda mendapatkan perundungan dari banyak warganet.

Memang tak menampik, gara-gara itu, Anda menjadi sangat terkenal di kalangan dunia maya Indonesia. Tiada media yang tidak memuat berita tentang gaya sok herois konyol yang Anda kerjakan lalu. Peristiwa yang mencoreng almamater UI dan segenap warga kampus UI.

Mungkin dirimu tak mengenal siapa itu Tigor Silaban apalagi ayahnya, yang jauh lebih tua dari usiamu sekarang ini. Mari belajar dari pendahulumu, masih satu almamater dengan dirimu, yakni  Bapak Tigor Silaban. Kemudian tunggu dulu, untuk perkenalan kepada Bapak atau Ayahnya Tigor Silaban. Niscaya kalau dirimu bisa search sejenak untuk memastikannya, maka kemungkinan dirimu akan berpikir dua kali untuk memberikan kartu kuning kepada orang nomor satu di Indonesia ini.

Bapak Tigor Silaban, seorang dokter tamatan UI, lahir pada  1 April 1953, sudah mengantungi 38 tanda jasa di  bidang kesehatan. Sebab karena kepiawaiannya dalam menjalankan praktek kesehatan dan akan terus mengabdi di Papua. Sudah berpuluh-puluh tahun mengabdi menjadi dokter orang Papua, dirinya tidak pernah mengeluh sedikitpun tentang kondisi yang begitu amat berat disana. Bayangkan saja, ketika baru menapakkan kaki di tanah Papua, mendengar kabar bahwa ada dokter yang telah dibunuh, tepatnya di Oksibil, seperti yang dilansir oleh newsdetik.com (7/2/2018), beliau tidak menyurutkan hatinya untuk tetap berada disana. Menjadi dokter satu-satunya yang menangani masalah kesehatan disana.

Bukan hanya itu, tugas pelayanan kesehatan yang dimintakan kepadanya melebihi dari profesi kedokteran yang sudah diselesaikan sebelumnya, yakni dokter umum. Beliau juga terkadang diminta untuk melakukan banyak operasi-operasi pembedahan, dan berbagai pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kondisi lapangan. Hal itu dilakukan sebab ketika pergi ke rumah sakit yang ada di Kabupaten, kemungkinan hal tersebut bisa membuat si pasien akan semakin buruk. Makanya terkadang dirujuk ke puskesmas dimana Bapak Tigor sendirilah yang menjadi dokter kepalanya disana.

Kalau dirimu ditanyakan Zaadit, akankah dirimu sanggup untuk pergi kesana? Secara dirimu adalah orang kota, kulit keputihan dan tambun, apakah dirimu akan mampu berjalan berpuluh-puluh kilometer untuk mencapai lokasi? Timbul keraguan dalam diri ini.

Kemudian mari lihat papanya Tigor Silaban, Friedrich Silaban, yang hanya seorang tamatan SMK, sudah memiliki karya arsitek yang mumpuni, dan sekarang gedung-gedung buatannya tersebut sudah menjadi ikon bersejarah bagi bangsa kita.
Sebagai bangsa yang baru membangun dan baru merdeka, Friedrich menyumbang sketsa bangunan cemerlang. Hingga kini kita masih dapat melihat bangunan rancangan Friedrich di Jakarta seperti Gedung Bank Indonesia (1958), Gedung Pola (1960-1961), Gedung BNI (1960-1961), Departemen Kejaksaan (1961), Monumen Pembebasan Irian Barat (1962), dan Markas Besar Angkatan Udara (1964).
Dan karyanya yang paling fenomenal, seperti yang dilansir Kompas.com (22.2/2016)  sekaligus melejitkan kariernya adalah Masjid Istiqlal (1955). Masjid yang memiliki arti nama "merdeka" ini sampai sekarang masih menjadi yang terbesar di Asia Tenggara sekaligus menjadi lambang kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Nanti pada tanggal 22 Februari 2018, Masjid Istiqlal akan berulang tahun yang ke-40.
Bagaimana mungkin anak seorang pendeta, bisa mendesain dan menyelesaikan pembangunan mesjid terbesar tersebut. Hal ini menjadi fakta sejarah, bahwa keberagaman dan perbedaan diantara kita, bukanlah menjadi pemecah di NKRI ini. Kualitas kepribadian yang menonjol berbanding lurus dengan apa yang dihasilkan. Bukannya dengan orang yang hobinya suka nyinyir, protes tapi tidak tahu apa yang sedang dikerjakan sekarang.
Apalagi Bapak Jokowi. Orang nomor satu di Indonesia yang telah giat berjuang membangun Indonesia dari Barat hingga ke Timur, selalu membangun dari daerah-daerah terluar di Indonesia. Ada terjadi banyak pembangunan yang dikerjakan, apalagi yang namanya jalan tol, dari Sumatera hingga Papua, yang telah banyak yang diresmikan beliau pembukaannya, hanya supaya tercipta konnektivitas antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, antara satu desa dengan desa terpencil yang lainnya.
Tapi oleh Anda dan sejenis Anda, yakni yang kegemarannya adalah ngomong hal-hal negatif,  menjelek-jelekkan, merasa pembangunan yang dikerjakan itu adalah sebuah kesia-siaan, sebab lupa membangun orangnya. Benarkah demikian. Sekarang coba kita lihat orang yang sama dengan Anda,yang memegang peranan kendali memimpin suatu daerah.  Apa yang sedang beliau kerjakan. Terutama hari-hari terakhir ini. Awal sebelum banjir, tampaknya persiapannya sudahlah matang sekali dengan segala bla…bla….bla..dan bla…Kemudian ketika kita mendengar omongan yang hebat itu, dalam pikiran kita, oh…. banjirnya pasti dalam waktu sekejap hilang. Tapi ternyata, jauh panggang dari api, banjirnya perhari ini(8/2/2018) pun belumlah surut. Hanya mencoba membandingkan saja.
Kembali ke topik yang saya kemukakan diatas. Ada tiga generasi tokoh yang coba saya bandingkan. Kalau bisa kita istilahkan, ketiga tokoh tersebut, yakni Zaavit (generasi Z), Bapak Tigor (Generasi Y), dan Bapak Friedrich (Generasi Baby Boomers). Maka tampak perbedaan kualitasnya. Yang satu, bisanya hanya komentar doang, protes. Tapi yang duo Silaban, bukanlah tipe orang yang demikian. Mari lihat prestasinya diatas dan coba bandingkan, serta simpulkan sendiri. Tampak perbedaannya bukan.
Dalam diri seorang Bapak, yang suka membangun dan memberikan hasil kerja nyata bagi bangsa ini. Akan menular ke anaknya sikap kepribadian yang demikian juga. Oleh karena itu, saudaraku Zaavit, mari belajar kembali dulu deh. Kemudian setelah menyelesaikan studi dengan baik, bangunlah bangsa kita ini dengan keahlian yang kamu punya. Mari tunjukkan prestasimu yang pada akhirnya bisa membanggakan ibu pertiwi.  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...