Sabtu, 03 Februari 2018

Guru yang Mendidik, Guru yang Teraniaya, Pesonamu yang kian Tergerus





Alangkah malangnya jika seorang guru, ketika segala jerih payahnya disia-siakan oleh anak-anak didiknya. Segala persiapan yang dilakukannya sebelum mengajar, teryata tidak begitu dihargai  alias dicuekin oleh siswa atau siswinya. Bahkan ketika tidak menaruh rasa hormat lagi, para siswa yang merasa diri sudah besar, kuat telah berani bertindak dengan memainkan tangannya ke seorang guru.
Ketika tidak bisa lagi menerima teguran, disitulah mandeknya pertumbuhan bagi seorang anak yang dididik. Dan ketika sudah mandeknya pertumbuhan tersebut, maka kecenderungan perubahan perilakunya berikutnya adalah stagnan, kemudian bisa menjadi jahat dan bahkan sadis ketika lingkungan si anak selalu dipenuhi dengan kekerasan.

Sebenarnya kematian Bapak Ahmad Budi Cahyono, seorang guru honorer di SMAN 1 Torjun, Kabupaten Sampang, adalah sebuah fenomena gunung es. Sepertinya masih ada yang salah dengan sistem pendidikan yang masih kita terapkan sekarang ini. Lebih mengutamakan penguasaan ilmu sejumlah mata pelajaran yang sudah ditetapkan di dalam kurikulum kita, dibandingkan dengan pemanfaatan atau aplikasi dari ilmu yang dipelajari tersebut. 

Terkesan memang pendidikan kita, masih berada di taraf hafalan minus penerapan. Sehingga hal itu semakin membebani anak-anak pembelajar di bangsa ini. Ketika dia paling banyak menguasai informasi-informasi pengetahuan yang disampaikan oleh guru, maka dia sudah bisa dipastikan akan menjadi sang juaranya. Kemudian ketika dia paling tidak suka dengan metode hafalan, niscaya dia akan berada di posisi paling bontot dalam perengkingan kelas.

Aku sendiripun, pernah mengalami hal itu. Ketika teman-temanku, mahir dan lancar dalam menghafalkan banyak informasi atau catatan pembelajaran, niscaya dia pasti berada di urutan terdepan dalam kelas. Dan aku hanya menjadi orang yang biasa-biasa saja di dalam kelas. Tidak pintar, tidak bisa juga dibilang bodoh. Artinya kualitas standar seperti kebanyakan orang alami.
Apa yang dimaksud dengan guru yang mendidik? Dan apa bedanya dengan guru yang mengajar. Tentu hal ini, sudah bisa kita pahami bersama dimana letak perbedaannya. Mungkin rekan pembaca tahu, bahwa guru yang mengajar adalah guru yang hanya mencoba mentransfer knowledge atau pengetahuan doang, tanpa ada memberikan pemaknaan di dalamnya. Selalu kecenderungannya hanya melihat hasil tanpa menilai proses yang sedang dikerjakan. 

Sedangkan guru yang mendidik adalah seorang guru yang tentunya selalu suka belajar. Belajar sekaligus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi sekarang ini. Belajar untuk bisa selalu mengupdate pemahaman tentang mata pelajaran yang dibidanginya. Belajar bagaimana mendidik anak secara tepat dan baik. Dan belajar untuk bisa mengubahkan sikap perilaku seseorang dari tidak baik menjadi baik, bukan malah sebaliknya. 


Guru yang mendidik adalah guru yang tidak selalu menyalahkan orang lain, atau situasi kondisi bagaimanapun  sulitnya. Tidak bisa menyalahkan, ketika si anak tertidur di dalam kelas, atau mungkin berbuat gaduh, sehingga akibatnya kondisi kelas tidak kondusif untuk proses belajar mengajar. Perlu bagi kita para guru, untuk bisa melihat dengan jeli dimana letak kesalahannya.
Mungkin  ada baiknya kita mempelajari lagi bagaimana perkembangan anak di masa kekinian. Bagaimana penyampaian materi pembelajaran dengan tidak bermaksud menggurui mereka.Membiarkan mereka dengan daya kreasi mereka masing-masing. Jadi seorang guru bisa berfungsi sebagai trigger atau pemicu motivasi anak yang terdalam untuk bisa menggali lebih jauh lagi.  

Kemdian bagi kita, tidak mungkin terus-menerus menyalahkan sistem kurikulum pembelajaran anak-anak kita di sekolah kita. Perlu ada strategi yang baru, ketika menjumpai anak bermasalah seperti itu. Bagaimana cara yang terbaik untuk bisa menolongnya, atau mengubah paradigmanya bahwa apa yang dilakukannya itu salah. Untuk hal ini seorang guru yang mendidik harus mengeluarkan tenaga yang ekstra untuk bisa menguasainya. 

Sehingga tidak perlu lagi terjadi di kemudian hari, kasus yang serupa.Penganiayaan kepada guru sehingga akhirnya meninggal. Tidak ada lagi guru yang mendidik adalah guru yang malang. Seperti yang sedang dialami oleh Bapak Ahmad Budi Cahyono, pada Kamis (1/2/2018). Perlu bagi pemerintahan kita, terkhusus kementerian yang terkait menangkap fenomena ini. Menganalisis dan mengevaluasi sistem pendidikan yang berjalan sekarang ini. 

Bersyukur bahwa Mendikbud sudah berani mengeluarkan jaminan pendidikan  anak, kepada si anak yang ternyata baru berusia 5 bulan di kandungan. Seperti yang dilansir oleh kompas.com (3/2/2018). Ketika melakukan kunjungan bersama Bapak Hamid (Dirjen Disdasmen), ke rumah duka. Dengan mengatakan kemendikbud sudah menyiapakan mekanisme khusus bagi anak yang akan lahir. Artinya kemendikbud bukan hanya menangisi atau prihatin dengan kondisi seperti itu, melainkan harus bertindak  langsung untuk menolong korban dari pendidikan tersebut.

Solusi yang mungkin bisa menjadi pertimbangan atau perhatian Bapak Menteri, tentang sistem pendidikan yang berlangsung sekarang ini. Yakni pengurangan sejumlah mata pelajaran wajib yang harus dipelajari anak-anak didik di bangsa ini. Diusahakan untuk memberikan lebih kepada pengembangan minat dan bakat para murid secara terpadu dan tersistem. Sejak SD, SMP dan SMA, hingga bahkan di Perguruan tinggi selalu terkondisikan minat dan bakat tersebut. Dan mendapatkan porsi yang besar dalam pengembangannya. 

Jangan membuat hal-hal yang baru dipelajari oleh sang anak tersebut menjadi beban yang harus dipikul setiap hari. Sehingga seakan-akan  tidak ada lagi kemerdekaan yang bisa dirasakan si anak. Kemudian ketika hal ini yakni pengurangan porsi atau jumlah mapel yang harus dipelajari oleh si anak bisa diimplementasikan, mungkin akan mengakibatkan semakin  banyaknya guru-guru yang akan memiliki status non job


 Mencoba kembali untuk meningkatkan marwah-nya keguruan di bangsa ini. Sebab semakin banyak yang tidak lagi menghormati profesi guru di akhir-akhir ini. Apalagi ketika status keguruannya masihlah honorer, ataupun ketika menjadi guru yayasan tidak tetap. Dimana yang namanya kesejahteraan masih jauh dari genggaman mereka. Artinya mencari solusi yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan para guru yang ada. Sehingga tidak nampak lagi perbedaan antara guru yang ASN dan guru yang berstatus honorer maupun guru swasta.

Ketika hal itu bisa tercapai, niscaya pesona profesi guru akan semakin menarik. Guru tidak harus lagi mencari ke kiri dan ke kanan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Guru bisa maksimal di dalam memberikan pendidikan maupun pengajaran kepada anak didik kita. Guru bisa berinovasi dalam melakukan sistem pembelajaran yang menarik dan tentunya up to date.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...