Minggu, 18 Februari 2018

Benarkah Insiden Penghalangan Paspampres Membuat Elektabilitas Anies Langsung Moncer



 

Ternyata di hari kemenangan Persija di Piala Presiden, ada insiden sang tuan rumah tidak diijinkan oleh Pasukan pengaman Presiden untuk ambil panggung bersama dengan rombongan presiden. Kemudian pihak Istana akhirnya angkat bicara terkait beredarnya video pendek usai pertandingan final Piala Presiden 2018. 

Bey Machmudi, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, seperti yang dilansir oleh Kompas.com (18/2/2018), bahwa hal itu merupakan prosedur pengamanan karena Paspampres berpegang pada daftar nama pendamping Presiden yang disiapkan panitia. 

“Paspampres hanya mempersilahkan nama-nama yang disebutkan oleh pembawa acara untuk turut mendampingi Presiden Jokowi Widodo,” ujar Bey melalui pesan tertulisnya.

Kemudian Bey menuturkan bahwa karena acara itu bukan acara kenegaraan maka tidak mengikuti prosedur protokoler kenegaraan mengenai tata cara pendampingan Presiden oleh Kepala Negara. Selanjutnya beliau kembali menegaskan bahwa tidak ada sama sekali arahan dari Bapak Presiden kepada Paspampres untuk mencegah Anies.

Video singkat yang diunggah pertama kali oleh Ali Ghuraisah, menjadi viral, tapi kemudian beliau menghapus video postingannya. Karena tidak ingin postingannya menimbulkan polemik baru di tengah-tengah pesta kemenangan Persija yang sudah lama dirindukan Jakmania. Tentu hal ini merupakan tindakan yang bijak. Sebab tahun-tahun ini merupakan tahun politik.

Tapi di dalam keterangan sebelum video tersebut dihapus, dinyatakan melalui tulisannya, bahwa,
”Sportivitas itu masih ada di tengah-tengah panasnya politik Indonesia. Meski ditekan dan ditenggelamkan, jiwa kesatria masih ada di dada pemain Persija. Mereka tahu siapa sebenarnya yang pantas diberi tepuk tangan. Pemain Persija tahu, bahwa Bapak Asuhnya adalah “musuh politik”dengan pihak penguasa panggung, maka mereka mendatanginya. Mungkin mereka tahu, kalau disebut nama Anies  maka elektabilitasnya bisa makin moncer. Maka mereka maklum kenapa panitia meminggirkan Anies. Persija pantas untuk menang, namun Anies tak pantas untuk dipinggirkan.”



Banyak komentar sejak peristiwa ini, baik yang senang maupun yang kurang senang. Seperti Fadli Zon angkat suara, supaya menanyakan kepada pihak istana negara, kenapa protokolernya seperti itu. Dan jangan karena tidak didukung, jadi diabaikan.  Dan PDIP pun juga langsung protes, yang diwakili oleh Bapak Hasto, dan dilansir oleh Kompas.com (18/8/2018), bahwa hal itu tidak pantas dilakukan oleh Paspampres dan mengingatkan mereka supaya ke depan Paspampres lebih bijak dalam melihat hal apapun.

Benarkah dengan peristiwa ketidaksengajaan ini, bisa mengangkat elektabilitasnya Anies. Seperti yang ditulis oleh pengunggah video, elektabilitasnya bisa makin moncer (cemerlang)? Kemudian adanya surat terbuka dari Dhani Firdaus, The Jak, seperti yang dilansir oleh fajar.co.id (18/2/2018), bahwa Anies adalah ancaman serius bagi Jokowi di tahun 2019. 

Seperti yang diumumkan oleh Indo Barometer setelah mereka melakukan survey konstelasi umum capres 2019, bahwa Anies berpotensi sebagai kuda hitam, dan paling berpeluang jadi capres alternatif. Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, seperti yang dilansir oleh detik.news.com, di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Kamis (15/2).
Adapun faktor yang bisa menyebabkan Anies mengungguli nama lainnya adalah karena saat ini ia memegang jabatan strategis di Ibu kota negara. Dan segala kebijakan Anies di DKI Jakarta selalu mendapat sorotan. 

Selanjutnya lagi bahwa berdasarkan hasil survey Poltracking, yang dirilis oleh merdeka.com (18/2/2018), untuk elektabilitas cawapres, Anies berada diurutan kedua setelah AHY. Dimana AHY berkisar 12,4 %, Anies 12,1%.

Kembali ke judul saya, benarkah dengan kejadian kemarin (17/2/2018) bisa mengakibatkan elektabilitas Anies meningkat lagi. Untuk bisa menjawab dengan lebih tepat, haruslah lembaga-lembaga survey yang kredibel yang terlebih dahulu menemukannya. Untuk bisa mengetahui peningkatan elektabilitas seorang calon kandidat baik untuk capres maupun cawapres.

Tapi berdasarkan pengamatan saya, hal itu bisa terjadi. Sebab seperti pengalaman yang sudah-sudah bahwa  ketika seorang mendapat semacam bully, hal itu bisa meningkatkan simpati kepada yang bersangkutan. Apalagi ketika hal itu dipakai oleh lawan-lawan politik Jokowi untuk diblow up, maka bisa dipastikan perubahan signifikan dalam elektabilitasnya. Bukan hanya saja bisa mengalahkan AHY sebagai cawapres, bahkan prediksi Indo Barometerpun, kemungkinan akan semakin cepat terwujud, bahwa Anies akan benar-benar menjadi kuda hitam.

Jadi penting untuk menyikapi hal-hal yang kecil dengan cepat dan tepat. Seperti masalah penghadangan Anies. Padahal Jokowi sangatlah ramah kepada Anies juga satu panggung dengan beliau. Bahkan oleh Anies sendiripun menyaksikan, ketika Persija mencetak gol, hampir selalu Jokowi memberikan selamat kepada dia sewaktu menonton pertandingan tersebut. Tapi oleh peristiwa yang tidak perlu ini, bisa jadi langkah-langkah ke depannya bisa akan semakin lebih sulit.

Opini-opini negatif akan selalu diutarakan ke publlik untuk bisa menggerus tingkat keterpilihan seseorang kandidat. Seperti yang dikuatirkan oleh Politisi PDI-P, Andreas Hugo Pareira, bahwa lawan terberat Jokowi ke depan adalah opini negatif yang cenderung imajinatif serta kampanye hitam untuk men-down grade  tingkat kesukaan dan tingkat keterpilihannya pada Pilpres 2019 yang akan datang. Hal ini dilansir oleh Kompas.com (31/1/2018).

Dari peristiwa ini, marilah kita bisa menyikapi dengan benar dan tidak terlalu berlebihan. Paspampres dalam pengakuannya, bahwa tindakannya sudah sesuai dengan prosedur pengamanan maupun pengambilan tindakan. Dan Panitia penyelenggara, Maruarar Sirait-pun menyatakan bahwa tidak semua pejabat diminta naik ke podium Piala Presiden. Dimana ada desakan dari politisi, supaya panitia pelaksana meminta maaf atas hal itu.   

Terakhir, meskipun peningkatan elektabilitas Anies boleh semakin meningkat, seperti yang pernah terjadi di Pilkada DKI sebelumnya, dari yang tidak diunggulkan ternyata bisa memenangkan kontestasi pemilukada. Maka pilpres di tahun mendatang akan semakin lebih seru lagi. Sebab sudah bosan ketika hanya melihat duel Jokowi-Prabowo di pilpres mendatang.

Tetapi aku, akan tetap memilih Jokowi sebagai Presiden. Tidak ingin memilih Prabowo apalagi Anies Baswedan. Sebab tidak ingin melihat peristiwa di Jakarta seperti yang sudah kita saksikan bersama, terjadi di scope yang lebih besar  lagi. Yakni Indonesia akan mengalami kemunduran lagi. Segala hal yang sudah dibangun oleh Jokowi tidak ingin dihancur leburkan lagi dengan program-program yang terkadang terlalu muluk-muluk didalam pelaksanaannya. Karena kebanyakan teori dan kata dibandingkan praktek.   


1 komentar:

  1. INGIN MAIN JUDI SABUNG AYAM ONLINE ?

    MARI GABUNG DENGAN B O L A V I T A .WIN

    AGEN SABUNG AYAM ONLINE TERPERCAYA 2019 DIJAMIN AMAN DAN CEPAT

    WA : +62812-22-22-995
    Line : cs_bolavita
    Wechat : Bolavita

    BalasHapus

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...