Senin, 19 Februari 2018

PR dan Optimisme Para Parpol Kekinian dan Realita DPR Sekarang




Sungguh menarik tahapan pemilu di hari ini (18/2/2018) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dimana di pagi harinya, adanya deklarasi damai oleh masing-masing calon kandidat untuk pilgub, pilkot dan pilbup. Sedangkan di malam harinya adanya pengundian atau pencabutan nomor oleh masing-masing parpol di Kantor KPU Pusat.
 
Dimana sebelumnya, telah ditetapkan ada 14 parpol yang telah dinyatakan lolos verifikasi faktual, dan dua partai politik yang telah bertarung di periode yang lalu, dinyatakan gagal. Yaitu Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Kesatuan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Alasan KPU, seperti yang dilansir oleh Temp.co (17/2/2018), bahwa kepengurusan dan keanggotaan masing-masing di beberapa daerah tidak memenuhi syarat. PBB bermasalah di kepengurusan yang ada di Manokwari, sedangkan PKPI bermasalah di Jawa. 

Melihat proses yang digelar KPU hari ini, seperti yang ditayangkan oleh Metro-TV di dalam live eventnya, semuanya bisa berjalan dengan lancar dan baik. Sempat ada masalah di dalam pengambilan nomor antri. Bahwa KPU sepertinya kurang siap di dalam membedakan antara nomor 6 dan 9. Sehingga Ketua Bawaslu harus segera mengecek kembali dan memastikan mengenai nomor-nomor undian yang ada di dalam wadah pengundian. Sehingga tampak kekurangsigapan para panitia di dalam menyelenggarakan event di malam ini (18/2/2018).

Ada beberapa hal yang menarik yang sempat diutarakan para ketua-ketua umum parpol ataupun para petingginya. Disela-sela sebelum pengundian dimulai. Yakni Ketua Umum PKB, Cak Imin, yang ingin nomor urut parpolnya nomor satu, ternyata sesuai dengan harapannya. Dan  beberapa petinggi parpol lainnya tidak mematok nomor khusus yang diinginkan oleh mereka. Jadi apa yang didapat, yah, berarti itulah nomor urut yang harus terus mereka sosialisasikan di masa-masa kampanye ke depannya. 

Seperti yang diumumkan oleh KPU malam ini, bahwa ada 14 parpol yang secara sah dan sudah memiliki nomor-nomor urut parpol mereka. Yakni 1. PKB, 2. Gerindra, 3. PDIP, 4.  Golkar, 5. Nasdem, 6. Garuda, 7. Berkarya, 8. PKS, 9. Perindo, 10. PPP, 11. PSI, 12. PAN, 13. Hanura, 14. Demokrat.


Sesuai dengan pengalaman-pengalaman yang lalu bahwa biasanya perjuangan partai baru akan jauh lebih berat ketimbang dengan parpol lama. Minimal strategi ke-empat partai baru tersebut, yakni Partai Garuda, Partai Berkarya (partai besutan Anak Suharto,Tommy Suharto), Perindo dan PSI, haruslah bisa mencapai minimal ambang batas treshold parlemen, dimana tahun ini sudah dinaikkan menjadi 4 persen. Naik sebesar 0,5 persen dari pemilu periode lalu 2014.

Ketika para parpol baik yang baru maupun yang lama tidak bisa memenuhi ambang batas parlemen sebesar 4 persen dari jumlah suara yang sah, jangan mimpi untuk bisa masuk ke senayan. Artinya mereka harus rela menjadi partai pelengkap dan bukan partai yang bisa mengambil atau memegang keputusan.

Kemudian para parpol yang lama, khususnya Nasdem, dan PPP, seperti yang disampaikan oleh petinggi-petinggi partai tersebut, mimimal mereka bisa mencapai seratus orang dewan yang bisa duduk di parlemen. Artinya Nasdem harus mencapai tiga kali lipat dari hasil pemilihan tahun lalu. Dan mereka menyatakan sudah siap untuk hal itu.

Artinya segala perjuangan akan dikerahkan oleh masing-masing parpol untuk bisa menembus gedung Senayan, tempat dimana orang-orang hebat kumpul. Tetapi seperti yang sudah-sudah, yakni ketika mereka sudah masuk, tidak menunjukkan kinerja yang baik selama menjabat di kedewanan. Seperti mulai memasang jarak dari masyarakat dengan memasung hak rakyat dengan tidak boleh mengkritisi mereka. Membuat UU yang bisa memproses secara hukum baik perorangan atau lembaga yang mulai kritis terhadap kehormatan sang dewan tersebut.

Kemudian, melihat kinerja para parpol yang ada sekarang ini sungguhlah ironis. Ketika ada maunya barulah pura-pura mendekat ke rakyat. Tapi ketika sudah duduk di bangku yang empuk di parlemen, tidak pernah sekalipun mengunjungi daerah pemilihan (dapil) dimana dia terpilih. Mungkin di dalam lima tahun itu, paling banyak dia berkungjung hanya dua kali saja. Yakni ketika sebelum masa pemilihan hingga ke akan berakhirnya masa jabatan.

Sejumlah masalah untuk mengutus atau menunjuk para kandidat calon. Dimana para pengurus atau pimpinan parpol yang harus menagih atau menarik sejumlah uang untuk bisa menghidupi partai. Karena memang pada kenyataannya, sumber pendapatan partai tidak ada kecuali mendapatkan jatah anggaran dari yang sudah ditetapkan pemerintah. Dan nyata-nyata sudah jelas terjadi sewaktu pencalonan Pilgug untuk Jatim, tapi oleh Bawaslu tidak lagi bisa memprosesnya, sebab orang yang mengumbar-umbar adanya biaya mahar politik di dalam pencalonannya, tidak berani melapor ke Bawaslu.

Adanya ongkos politik yang mahal, sehingga para parpol yang ada sekarang ini, harus memutar kepalanya dengan keras-keras, bagaimana supaya operasional partai sehari-hari bisa berjalan. Sehingga ketika kandidat yang sudah diusung tersebut bisa menang, tak ayal dirinya atau pejabat pemerintah tersebut harus melakukan praktek korupsi dengan mencoba modus-modus baru supaya tidak bisa dideteksi atau diendus oleh KPK.

Terutama untuk parpol yang baru, tidak bisa kita bayangkan sejumlah uang yang harus mereka keluarkan di dalam mendirikan partai mereka. Harus melakukan sosialisasi kemana-mana bahkan harus pergi ke seluruh daerah wilayah Indonesia, dimana biaya operasionalnya belum tentu sedikit untuk bisa pergi kesana. Mengajak orang untuk mau bersedia menjadi pengurus daerah, dan banyak hal-hal lainnya. Padahal partainya belum tentu bisa menang. Dan kalaupun bisa menang, para pengurus kembali akan memutar otak supaya modal  yang dikeluarkan bisa balek ke dirinya lagi. Sehingga arus perputaran korupsi tidak akan pernah hilang dari tanah kita ini.

Selanjutnya, banyak cara-cara curang yang dilakukan oleh para parpol yang ada, hanya untuk bisa mendapatkan simpati dari masyarakat kita. Isu-isu SARA, berita-berita bohong, dan politik uang, selalu menjadi senjata utama dari para parpol yang ada maupun para kandidat yang ada untuk bisa menang di dalam pemilihan ini. Sehingga hal ini bisa menimbulkan perpecahan bagi bangsa dan tanah air kita.

Bukan juga perjuangan yang dilakukan ketika ada maunya saja, yakni di masa-masa pemilhan kembali, barulah berupaya menunjukkan kesungguhan hatinya.Tapi jauh dari itu yang ada hanyalah sebuah kebohongan belaka, dan tentunya tidak disukai oleh masyarakat.    

Dan tentunya masih banyak pekerjaan-pekerjaan rumah lainnya, dimana para parpol, para kandidat pejabat,maupun pejabat yang sudah duduk di pemerintahan, harus benar-benar memikirkan solusi untuk bisa menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Menciptakan negara yang betul-betul berdaulat, baik pangannya, papannya, tanahnya, lautnya, udaranya, maupun manusianya betul-betul dikembangkan dengan semaksimal mungkin. Sehingga akhirnya tercapailah cita-cita bangsa kita.

Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan pengajar di STAK Terpadu PESAT



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...