Kamis, 15 Februari 2018

Pasal Anti Kritik ke DPR Tinggal Menunggu Pengesahan Presiden, Aku Bagaimana?




Awalnya ingin menuliskan artikel tentang hal ini, yakni Hati-Hati Mengkritik DPR dengan Sebutan Binatang, Apa Semua Karakter Binatang Jelek? Tapi akhirnya tulisanku berubah judul seperti yang diatas, karena bukti sumbernya kurang kuat. Maksud hati ingin menunjukkan bahwa tidak semua binatang kan jelek karakternya. Kan masih ada itu semut yang rajin, cicak yang kecil tapi bisa berada dimana-mana, singa yang kuat, rusa yang kesukaannya adalah air yang tenang, dan banyak yang lainnya. Ketika disematkan dengan karakter binatang seperti itu, apakah mereka tidak senang?


Kemudian Para anggota dewan kita sepertinya tidak siap akan kritikan yang tajam yang terkadang menjadi bentuk hinaan atau mungkin ejekan. Mereka mengistilahkan hal itu dengan kriminalisasi. 
Revisi Undang-Undang MD3 yang awalnya digunakan untuk menambah kursi kepemimpinan di kedewanan. Kemudian bertambah lagi agendanya, yakni untuk memberikan pasal perlindungan bagi kehormatan para dewan kita. Seperti yang dilansir detik.news.com (13/2./2018), Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan, Sufmi Dasco Ahmad menyatakan sebagai berikut, bahwa adalah tugas MKD untuk bisa menjaga kehormatan atau marwah lembaga DPR.  

Okelah ketika dikatakan kursi kepemimpinan sebagai upaya balas budi untuk memberikan tempat yang pantas bagi seorang pemenang pemilu yang lalu. Hal itu disampaikan oleh Bamsoet juga  (Ketua DPR) ketika memberikan komentarnya di Metro TV (12/2/2018). Tapi karena satu dan berbagai hal,maka perubahan dukungan para fraksi yang semula kepada rombongan Prabowo, akhirnya memihak kepada Jokowi.

Dimana waktu lalu, melihat proses demokrasi yang coba ditunjukkan oleh DPR kita, di awal perdana melaksanakan sidang paripurna tahun 2014 lalu; Hasilnya, hampir semua fungsi kepemimpinan diambil oleh Koalisi Merah Putih pada saat itu. Perlu kita garis bawahin bahwa pemilihanan ketua dan anggota kelengkapan dewan pada sidang paripurna tersbut hanya dipenuhi dengan aksi ricuh, intrik  dan walk out, seperti yang dilansir oleh Kompas.com (3/10/2014).

Kemudian pada akhir-akhir ini,baru menyadari ada sesuatu yang kurang, yakni ternyata Fraksi PDI P tidak mengambil kursi di kepemimpinan seperti yang ada sekarang. Dimana ada Fadli Zon dari Gerindra, Fahri Hamzah dari PKS, adalah kader partai oposisi, yang bisa dipastikan akan terus berseberangan dengan kebijakan Bapak Jokowi, akhirnya kok bisa duduk di kursi pimpinan.

Kembali ke revisi undang-undang MD3 tentang perlunya menjaga kehormatan dewan. Pasal anti kritik atau mungkin bersifat penghinaan memang belum jelas bagaimana kategori pihak yang dianggap menghina anggota  Dewan hingga dapat dipidanakan. Seperti yang diungkapkan oleh Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding, bahwa, “Kami memang diminta membuat dalam rangka untuk menentukan suatu parameter dalam konteks bagaimana dipasal ini (Pasal 122 huruf k UUMD3), bisa dikategorikan melakukan atau diduga merendahkan kehormatan DPR,” (Republika.co.id, 13/2/2018).
Tapi ada kemungkinan dengan revisi MD3 yang tinggal menunggu keputusan pemerintah untuk bisa  menjadi sah menjadi UU. Maka bisa disinyalir, hal itu bisa digunakan sebagai tameng DPR di dalam meringkus orang-orang yang akan mengkritiknya. Tentunya dengan bantuan tangan kepolisian untuk bisa menindak hal tersebut.

Selanjutnya, baik ketika hal itu sudah disetujui ataupun tidak oleh Presiden, pastinya malam ini (13/2/2018), Bapak Presiden akan menimbang segala kemungkinan dan konsekuensi dari penetapan revisi Undang-Undang MD3 ini. Meskipun pemerintah belum sepakat dengan DPR tentang Revisi UUMD3 ini, maka bisa dipastikan akan menunggu gelar sidang berikutnya dalam pengesahan dan pemberlakuan dari UUMD3 ini. Sebab besok (14/2/2018) adalah yang merupakan hari Valentin, merupakan masa terakhir dari anggota dewan kita yang terhormat akan bertugas. Setelah itu mereka akan reses.

Seperti yang diungkapkan oleh Jhonny Plate kepada Metro.tv (13/2/2018), yang jadi agenda utama besok adalah mengenai putusan akhir atau pandangan  DPR tentang masalah hak angket kepada KPK. Dimana sebelumnya MK telah mengesahkan pemberian hak angket kepada KPK sudah sesuai dengan undang-undang.  

Aku (Pasal Penghinaan Kepada Presiden) Bagaimana?

Seperti pada pemberitaan kompas, 7/2/2018, yakni, Pasal Penghinaan Presiden Jadi Polemik, Ini Kata Ketua DPR.

“Pasal yang menjadi polemik masih menjadi pembahasan di Panja RUU KUHP,”ujar Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulisnya .

Adapun pasal tersebut, yakni Pasal 238 ayat 1, yang berbunyi, setiap orang yang dimuka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori I.

Sedangkan ayat 2 berbunyi di pasal yang sama, tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Bamsoet menyatakan supaya Panja RUU KUHP dan pemerintah untuk bisa segera menemukan formulasi terbaik. Mulai dari ancaman pidana  hingga jenis delik yang akan diterapkan dalam pasal tersebut. Beliau berharap supaya kepentingan rakyat untuk mengkritik pemerintah tetap tidak terhalang dengan adanya pasal penghinaan presiden ini.

Ketika pasal penghinaan kepada presiden saja mengalami sejumlah polemik dan berharap pasal tersebut direvisi ataupun diganti, dan diatur dalam KUHP yang merupakan kitab undang-undang tertua kita? Bagaimana juga dengan RUU MD3 ini, yang ingin mengakomodir kepentingan para dewan kita yang terhormat? Yakni keinginan untuk bisa mendapatan tameng anti kritik ataupun penghinaan juga ditambah dengan sejumlah hak-hak imunitas dari proses hukum yang kemungkinan akan menjerat mereka? 

Dimana Pasal ini jelas-jelas bertentangan dengan hak-hak kebebasan masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum. Yang juga sudah diatur dalam kitab Undang-undang kita juga.

Sebagai langkah terakhir kita, mari menolak pasal karet ini dengan mengajukannya ke Mahkamah Konstitusi. Untuk bisa diujikan  mengenai sah atau tidaknya perubahan kedua  UUMD3. Sebab ditangan MK-lah keputusan ini akan berujung kemana. Dan tentunya ini menjadi penentu arah gerak demokrasi kita akan sampai kemana. Akankah berujung kepada sistem yang semakin demokratis atau semakin otoriter?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Aspek Ancaman di Hidup Kita dan Covid 19

(Hizkia Bagian satu- Yesaya 36) Siapa yang tidak pernah mendengarkan kata-kata ancaman dalam tiap kehidupan kita? Bisa dipastika...